Malu,terenyuh dan prihatin.Itu yang saya rasakan ketika sedang menjalankan pekerjaan saya di gedung legislator di Wonogiri beberapa hari lalu.Betapa tidak,mereka yang katanya wakil rakyat terkesan tak peduli dengan rakyatnya.
Terlalu kejamkah vonis saya ?, saya rasa tidak.Coba saja,di Wonogiri ada 45 anggota DPRD yang mewakili hampir satu juta penduduk Wonogiri.Tapi,hari itu,dari 45 anggota itu,hanya ada 16 orang saja yang hadir dalam rapat paripura.Padahal,rapat itu adalah rapat yang berisi pembahasan RAPBD untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
Saya hanya mengelus dada.yang lebih ironis lagi,meski fakta yang terlihat hanya ada 16 anggota dewan di papan pengumuman tertulis anggota yang hadir 26 orang.pembohongan publik,. jelas ia.Tapi siap yang mau protes. Yang saat itu hadir adalah eksekutif.Mana mungkin mereka punya nyali untuk bertanya. bahkan, Begug Purnomosidi , Bupati Wonogiri yang saat itu hadir pun tak bertanya.
Andainya wartawan seperti saya diberi hak bertanya dalam rapat itu,pasti akan saya tanyakan.Karena tidak punya, maka saya pun memendam pertanyaan itu sampai sidang uasi.Dan jawaban yang saya dapat dario sekretariat dewan pun tidak memuaskan. Jawaban itu malah terdengar lucu." Tadi mereka datang mas.Absen dan kemudian pergi,"katanya .
Profesor Adi Sulistiyono,pakar hukum UNS, yang saat itu saya kirimi SMS mengenai hal itu menyatakan rapat tidak sah.rapat tidak memenuhi kourum yang menjasdi sarat syahnya rapat dibuka. Tapi, aturan tetap tingal aturan. Toh rapat tetap berlalu.
Selentingan kabar yang saat itu saya dengar, mereka (para anggota dewan) yang digaji dari uang negara itu saat inis edang sibuk sibuknya kampanye.Mereka sibuk berburu kursi untuk masa jabatan lima tahun mendatang.Itulah yang semakin membaut saya terenyuh dan menanyakan kebobrokan mental mereka."Walah pak.Untuk apak ngejar kursi lagi kalau yang sudah seharusnya anda duduki malah anda tinggalkan...
Wednesday, February 25, 2009
Sunday, January 11, 2009
Benarkah Nasir Abas Insaf ?
FOTO DIKUTIP DARI JAWA POS.COM (11 JANUARI 2008)
http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=33110
http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=36131
Sebenarnya sudah cukup lama saya ingin menulis unek-unek di otak saya ini.Tapi, padatnya kegiatan serta terbatasnya waktu membuat saya selalu urung menumpahkan isi kepala saya di rumah saya ini.Unek-unek itu adalah keberadaan Nasir Abbas,ipar mendiang Mukhlas (terpidana mati bom baliyang telah dieksekusi).
Sudah cukup lama ada tanda tanya besar di kepala saya mengenai sosok kakak kandung Paridah,istri Mukhlas ini.Tanda tanya itu muncul setelah ia menjadi rapat dengan Polisi.Benarkah ia tulus melakukan itu?Sedemikian mudahkah seorang Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah berbalik arah?sedemikian mudahkan ia melupakan ideologi-ideologi yang begitu kuat dianut dianut almarhum trio bom Bali?
Padahal,Mukhlas,Amrosi,Imam Samudra pun bisa dikatakan seteguh karang dalam memegang keyakinan yang sama dengan keyakinan yang pernah dianut Nasir Abas.
Seandainya tidak ada teror di Mumbai beberap waktu lalu,mungkin saya sudah memendam tanda tanya itu dalam-dalam.Apalagi,Trio Bom Bali telah dimatikan.(Memang nggak ada kaitanya antara Nasir Abas dengan teror Mumbai yang saya tahu.Hanya waktunya saja yang bersamaan dengan apa yang saya alami).
Namun,tanda tanya itu muncul setelah seorang teman saya yang berada di satuan keamanan negara ini tiba-tiba menghubungi saya setelah sekian waktu putus kontak (sebut saja A).Yang dia tanyakan pada saya saat itu adalah apakah saya masih menyimpan nomor telepon Nasir Abas.
Belum sempat saya jawab sms permintaan nomor telepon itu,tiba-tiba ada lagi satu pesan yang masuk ke telepon selular saya.Kali ini pesan itu datang dari seorang anggota Tim Pengacara Muslim Jawa Tengah (Sebut saja B).Isinya sama,minta dikirimi nomor telepon Nasir Abas.Saya juga belum sempat jawab request itu.Tapi,tiba-tiba,ada lagi pesan masuk.Kali ini datang dari seorang anggota satuan keamanan (Sebut saja C).Lagi-lagi isinya minta dikirimi nomor Nasir Abas.
Datangnya request soal nomor kontak Nasir Abas secara bertubi-tubi dalam waktu yang hanya kurang dari lima menit itu memunculkan tanda tanya yang sebelumnya saya pendam mengenai Nasir Abas.(Ada apa ini?Kenapa semua nyari nomore Nasir Abas.Emang saya emaknya apa?.
Karena permintaan itu datang "beramai-ramai" saya akhirnya memutuskan untuk tidak memberikan nomor Nasir Abas yang di HP saya tersimpan dengan nama Mujahid Insaf.( Apalagi saat itu saya nggak yakin apakah nomor itu masih digunakan atau tidak.Saya juga tidak pernah menghubunginya )
Insting perburuan saya pun seketika terpicu saat itu.Si A kemudian saya telepon, untuk apa dia minta nomornya Nasir Abas.Jawabnya,hanya untuk dokumen saja. (Jelasa dia bohong. Saya kenal betul dia).Lalu saya bilang saya tidak punya.Dan sambil tertawa dia jawab "Nggak mungkin Pak. Aku kenal awakmu,".Dia meyakini saya menyimpanya (tidak salah memang terkaan itu.Tapi saya tetap tak mau ngasih dengan dalih tidak punya).
Lalu Si B pun saya tanya denga pertanyaan yang sama.Dia agak sedikit terbuka.Dia bilang Nasir Abbas sudah tiga hari tak bisa dikontak.Keberadaanya tidak diketahui. Padahal selama ini dia selalu dalam pengawasan polisi.Dia mengaku curiga jangan-jangan Nasir Abas juga ikut "dieksekusi"."Atau jangan-jangan dia dieksekusi oleh anggota JI yang merasa dikhianati.Yang saya dengar,dia jadi rebutan dua institusi besar yang sama-sama sedang mencari pengaruh dan berkepentingan dengan Nasir Abas" kata Si B dalam telepon.
SI C yang saya telepon juga nggak mau terbuka.Dan akhirnya,saya tetap tak mengirimkan nomor kontak baik kepada Si A ,Si B maupun Si C.Saya pilih menghubungi teman yang tugas di Jakarta yang pernah wawancara langsung dengan Nasir Abas.Saya tanya apakah dia juga kehilangan kontak dengan Nasir Abas selama tiga hari terakhir. " Nggak kok pak.Dia dalam keadaan aman dan keberadaan terpantau," katanya.
Selang sehari,Si A kembali menghubungi saya.Kali ini dia berbicara panjang lebar. Dia mengatakan ada kecurigaan Nasir Abas tahu banyak soal aktor sebenarnya Bom Bali selain trio yang sudah dieksekusi.Lalu saya tanyakan, kalau memang seperti itu, kenapa polisi yang dekat dengan dia tak menginterogasinya.Lalu dia jawab "Ya itu yang saya tidak tahu.Kan saya tidak di dalam," katanya.
Lalu saya tanyakan lagi,kalau memang NA insaf dan dia tahu aktornya,kan mestinya dia kasih tahu ke polisi mengenai itu.Teman saya itu menjawab dengan pertanyaan yang membuat saya kepikiran sampa sekarang."Pernah dengar cerita perang Teuku Umar?.Yang pura-pura menyerah lalu merebut senjata dan kemudian perang lagi ?" katanya saat itu.
Sebenarnya banyak lagi yang dia ceritakan.Dan tidak hanya sekali saja dia mengajak saya mendiskusikan nalisis-analisisnya.Tapi..karena berkaitan dengan banyak hal.. tak bijak rasanya kalau itu saya ceritakan di sini.
Sejak itu pun saya jadi terus bertanya.. apakah benar dugaan itu.. Walahualam....hanya waktu yang bisa menjawabnya....dan hanya Nasir Abas saja yang bisa menjawabnya... dan semoga saja Nasir Abas memang telah insaf dan kembai ke jalan kedamaian sehingga dia bisa terus membantu polisi membongkar jaringan terorisme di Indonesia . Meski ini bukan tanah tumpah darahnya. Setidaknya dia bisa mengurangi dosa Malaysia pada Indonesia.Mengingat teror bom di Indonesia selama lebih banyak melibatkan orang Malaysia (Dr. Azhari dan Norrdin M Top).
Itu masih ditambah dengan "dosa' lainnya yakni berkaitan dengan klaim sepihak atas reog,perairan Ambalat,lagu rasa sayange, dan banyak lagi. Jika itu terjadi.. maka saya mungkin tak akan berteriak "Ganyang Malaysia"..
Monday, November 10, 2008
KENANGAM YANG TAK MUNGKIN TERULANG BERSAMA AMROSI , MUKHLAS DAN IMAM SAMUDRA
Selamat Jalan.Semoga Apa Yang Kalian Yakini Adalah Benar.
Meski baru terlaksana Minggu (10/11) dinihari kemarin,kabar akan dieksekusinya Tri Bom Bali I sudah cukup lama terdengar.Salah satu yang santer terdengar adalah eksekusi terhadap Amrosi,Mukhlas,dan Imam Samudra bakal dilakukan di penghujung tahun 2007 lalu.Tapi,hingga tahun berganti,eksekusi itu tak juga terlaksana.
Dan di awal tahun itu pula,untuk pertama kalinya saya berkesempatan untuk bertemu dengan tiga terpidana mati tersebut.Saya bertandang ke Nusakambangan bersama rombongan Tim Pengacara Muslim (TPM) Jawa Tengah.Berkat bantuan mereka pula,saya akhirnya bisa menyeberang ke Nusa Kambangan dan masuk ke lembaga pemasyarakatan di mana Amrosi,Imam Samudra dan Mukhlas ditahan.
Jujur,ketika kaki saya melangkah melalui pintu Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Batu Nusakambangan,saya sempat grogi dan tak terlalu yakin dengan apa yang saya lakukan.Maklum saja, yang hendak saya temui saat itu bukan narapidana sembarangan. Tapi yang hendak saya temui adalah orang pernah membuat dunia gempar dengan aksi pengeboman >Paddy's club< dan >Sari Club< --dua tempat tetirah malam yang kondang di Bali.Dan aksi itu menyebabkan ratusan nyawa melayang dan ratusan lainnya terluka.
Yang terbayang di benak saya saat itu adalah ketiganya bakal memberi sambutan tak mengenakan karena saya adalah wartawan.Saya juga terbayang mereka akan menyambut saya dengan orasi-orasi Islami yang mungkin akan sulit saya pahami dan saya terjemahkan.
Tapi,tuntutan profesi mengalahkan bayangan-bayangan di kepala saya.Dan saya pun melangkah melewati pintu masuk LP Batu.Tak sampai lima menit setelah itu, yang hendak saya temui muncul.Amrosi,Imam Samudra,dan Mukhlas tampak datang bersamaan.Di bawah penjagaan ketat sipir-sipir penjara, mereka digiring menuju ruang pertemuan yang berada tak jauh dari penjagaan LP Batu.
Dan saat itu juga,saya mendapat sambutan yang 180 derajat berbeda dengan apa yang sempat melintas di benak saya kala hendak masuk LP Batu.Ketiganya begitu ramah.Ketiganya memperlakukan saya bak seseorang yang telah lama mereka kenal. Bahkan,sambil bersalaman dan mengucap salam,ketiganya memeluk dan mencium saya seperti mereka memperlakukan Achmad Michdan,koordinator TPM yang saat itu juga termasuk dalam rombongan.
Perlakuan itu semula saya anggap terjadi karena mereka belum tahu bahwa saya adalah wartawan.Tapi,ternyata perlakuan mereka tetap sama bahkan lebih hangat saat Khalid Syaefullah,salah satu voulenteer TPM, memberitahukan status saya kepada mereka.Bahkan,Imam samudra yang saat itu duduk paling dekat dengan saya langsung mengulurkan tangan mengajak salaman lagi sambil merangkul pundak saya.
"Kalau >antum< wartawan,suarakan yang benar.Jangan sampai menyiarkan kebohongan. Kalau antum dari >Jawa Pos< (induk perusahaan tempat saya bekerja) tetap jadi Jawa Pos.Jangan sampai jadi Bohong Pos.Jihad saya melalui perang. Tapi jihad >antum< melalui berita," kata Imam Samudra saat itu.
Dalam suasana keramahan dan kekeluargaan yang berlangsung selama 30 menit itu,ketiganya berulangkali mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan di bali enam tahun lalu itu adalah sebuah perang melawan bangsa >kafir<.>Jihad< di jalan Islam adalah dasar yang mereka jadikan pembenar atas aksinya.
Mereka mengaku sama sekali tak menyesali.Malah,Amrosi saat itu mengaku yang ia sesali adalah jumlah korban dari bangsa yang menurut mereka bangsa kafir yang terlalu sedikit.Harusnya,kata dia sambil tersenyum ketika itu,yang mati dalam aksi itu adalah 1000 orang bangsa kafir."Kurang banyak.Harusnya seribu,"kata Amrosi waktu itu.
Soal adanya korban kaum muslim di bom Bali,mereka mengatakan itu di luar kesengajaan.Meski demikian,mereka sepakat menolak bahwa bom Bali terjadi tidak sesuai dengan rencana.Menurutnya,ledakan itu sudah sesuai dengan skenario, hanya saja terjadi sedikit >error< sehingga timbul korban dari kaum Muslim." Kalau memang mereka di sana dalam keadaan bekerja,insyaalah mereka mati syahid. Saya sudah membayar itu dengan puasa kifarat. Dan saya yakin , cepat atau lambat , keluarga korban akan mendukung kami," Imam Samudra.
Sedang terkait dengan rencana ekseskusi mati yang menanti,ketiganya kompak mengatakan kematian mereka bukan ditangan siapa-siapa selain Allah SWT. Dan dari sekian waktu pertemuan -- (selain pertemuan bersama di ruang pertemuan LP Batu , saya juga sempat bertemu dan berbicara secara intens dengan Mukhlas dan Imam Samudra. Masing-masing satu jam) - saya sama sekali tak melihat rona-rona kekhawatiran bahwa regu tembak bisa datangs etiap saat untuk mengakhiri hidup mereka.
Yang saya lihat saat itu adalah sebuah keteguhan dan kepasrahan.Mereka mengaku menyerahkan hidup mereka kepada sang pencipta. Mereka juga mengaku siap diekseskusi kapan saja.Bagi mereka,kematian bukan apa-apa. Dan kantian bisa dating kapan saja , melalusi cara apa saja dan menimpa siapa saja. Kematin menurut mereka adalah rahasia Allah" Nyawa saya tidak ada kaitanya dengan eksekusi.Nyawa saya milik Allah,"kata Amrosi.
Di antara ketiga terpidana mati kasus bom Bali I,Imam Samudra adalah terpidana yang paling lantang bersuara.Tak ada keraguan yang tertangkap di antara kata-katanya soal bom bali maupun soal masalah hukum yang menimpanya.Nada bicaranya terdengar meledak-ledak dan lebih terkonsep.Kata-kata yang keluar dari mulut Imam Samudra lebih fokus dan terkadang menohok.Bahkan,sesekali ucapanya terdengar >thoklek< tanpa tedeng aling-aling.
Saya tak akan mungkin melupakan salah satu ucapan Imam Samudra yang menohok dan tanpa tedeng aling-aling.Ucapan itu keluar sesaat sebelum saya mewancarainya.Saat itu,selain saya di ruang Kabid Administrasi dan Kamtib LP Batu Nusakambangan,Mudianto,terdapat dua pria bertubuh tegap.Keduanya sudah berada di ruang itu sejak Imam masuk sambil mengucap salam.
Rambut salah satu pria itu gondrong dan dikuncir ke belakang.Sedang yang lainnya menutupi rambut berubanya dengan topi.Sesaat setelah masuk,Imam Samudra membuat kedua pria itu salah tingkah.Hanya beberapa detik setelah duduk di kursi mata Imam Samudra terlihat tajam menatap keduanya secara bergantian.Pria dengan rambut terkuncir yang duduk di kursi mencoba beradu pandang dengan terpidana mati di depannya.Tapi itu hanya berlangsung beberapa detik saja.Selanjutnya,dia membuang pandangannya ke sudut lain di ruang itu.
Tiba-tiba saja,sambil terus menatap pria berkuncir,Imam menanyakan asal usul mereka.Karena tak langsung menjawab,Imam menyambung kata-katanya dengan pertanyaan “Anda dari Polres kan,anda juga kan ?,” sambil terus memandangi kedua pria tersebut secara bergantian.
Merasa ketahuan,dua pria berkaos itu mengaku bahwa mereka adalah polisi.Mau tahu apa kata Imam selanjutnya ?.“Anda-anda nggak mungkin bisa bohongi saya.Saya telah empat kali mengalami mimpi bertemu anjing dan monyet.Dan setiap pagi setelah saya bermimpi,kalau nggak ketemu dengan polisi pasti saya ketemu dengan orang pengadilan.Saya nggak bohong.Saya hanya >ngasih tahu<,” katanya enteng sambil tersenyum.
Dua polisi yang ketahuan itu pun terlihat tercekat dengan ucapan Imam Samudra. Seandainya yang mengucapkan kata itu bukan seorang Imam Samudra,bisa jadi mereka bakal naik pitam.Tapi,siang itu, keduanya terlihat “tak berdaya”di hadapan Imam Samudra.Keduanya pun kemudian tersenyum kecut sambil membuang mukanya.Tampak rona kemerahan muncul di wajah kedua pria itu.
Banyak yang diceritakan Imam Samudra saat itu,(pernah dimuat berseri di Radar Solo) tapi yang juga masih tersimpan dalam kepala saya adalah ketika dia berujar bahwa mati >syahid< adalah cita-cita yang ia pilih sejak berusia 17 tahun.Malah,pada saat itu dirinya berharap sudah menjadi >syuhada< di umur 25 tahun.“Tapi sampai sekarang malah masih hidup.Malah pada umur 25 saya menikah.Itu terjadi 3 tahun setelah saya pulang dari Afganistan,”ujarnya.
Impian mati syahid itu menurutnya akan tercapai jika nanti dirinya dieksekusi mati.Eksekusi itu akan membuatnya masuk ke surga dan bertemu dengan bidadari-bidadari yang kini telah menunggunya.“Dan isnyaallah,yang mengeksekusi saya nanti tidak akan tenang hidupnya.Kalau tidak dirinya sendiri, maka keluarganya akan mengalami celaka.Bisa saja dia mengalami kecelakaan,”imbuhnya.
Saat itu,Imam Samudra juga menjanjikan sebuah perlawanan jika hari eksekusinya tiba.Dia menyatakan tidak akan menyerah begitu saja di hadapan regu tembak.Dia tidak mau disamakan dengan kambing congek yang hanya diam ketika digelandang.“Saya ngak mau seperti kambing congek.Saya tidak akan diam begitu saja ketika diborgol atau ketika di hadapan regu tembak.Saya akan melawan semampu saya,” katanya.
Soal bentuk perlawanan yang ia janjikan,Imam mengaku akan melakukan apa saja yang ia bisa.Dia mencontohkan,kalau tanganya masih bisa dipakai melawan,dia akan menggunakan tanganya.Seandainya tidak bisa,dia akan menggunakan kaki atau bagian tubuh yang lainnya untuk melawan regu tembak.Dan kalau memang semuanya tidak bisa dilakukan,minimal dia akan melakukan perlawanan dengan hatinya.“Allahuakbar,” ucapnya kemudian.
Baginya, kematiannya karena berjihad bukanlah apa-apa.Sebab,>jihad fisabilillah< tetap akan menyala meski dirinya mati.Imam menyebut dirinya hanyalah setitik debu di antara jutaaan mujahidin di seluruh dunia yang saat ini masih berjuang di jalan Allah.Dan yang pasti,kata dia,jihad yang telah dilakukan oleh mujahid-mujahid tersebut adalah demi membela muslim dari ketertindasan.
“Dan siapa pun yang menyakiti Muslim pasti akan dihukum oleh Allah.Makanya bagi para polisi yang ada di sini,saya pesan jangan sakiti Muslim.Sebab Allah pasti akan menjatuhkan hukuman.Yang menyakiti Muslim pasti tidak akan tenang hidunya.Jadi, kepada polisi,saya pesan jangan mau kalau disuruh menangani para Mujahidin.Kalau mau,saya sumpah hidup anda tidak akan tenang.Kalau ngurusi rampok boleh.Lakukan itu bersama doa saya,“tandasnya sambil melihat ke arah dua polisi yang saat itu berada di ruangan tersebut.
Selain dengan Imam Samudra,saya juga mendapat kesempatan mewancarai Mukhlas dan Amrosi dengan waktu yang sama lamanya.Dan yang saya dapat tak jauh berbeda dengan yang saya dapat dari Imam.Keduanya juga mengaku yakin bahwa yang mereka lakukan benar.Kalaupun mereka harus mati,mereka yakin akan mati >syahid<.
Sementara,pembawaan Mukhlas sedikit berbeda dengan Imam Samudra.Nada bicara lebih kalem dan sangat agamis.Saat itu,kepada saya dia mengaku banyak kebahagian di penjara itu.Kebahagian itu menurutnya lebih dari kebahagiaan yang ia rasakan bertemu dengan istrinya di malam pertama."Alhamdulilah,saya sangat bahagia di sini.Makanya saya ceria.Kebahagiaan saya di sini melebihi saat bertemu istri di malam pertama.Kebahagiaan di sini adalah kebahagiaan >ruh< yang berhubungan dengan Allah. Sedang kebahagiaan saat bertemu istri adalah kebahagiaan jasmani,"ujarnya sambil mengelus jenggot di janggutnya yang mulai memutih.
Kebahagiaan >ruh< itu menurut Mukhlas terjadi karena selama di dalam penjara,dia bisa lebih banyak berkomunikasi dengan yang maha pencipta.Di penjara,lanjutnya,setiap hari dia bisa secara terus menerus membaca dan melafalkan ayat-ayat di kitab suci Al Qur'an dan bisa lebih khusuk menjalankan ibadah."Jadi,hakim telah membuat saya lebih bahagia dengan putusannya.Hakim salah telah memenjarakan kami,sebab kami malah merasa lebih bahagia.Di sini kami jarang mendengar ada pemurtadan terhadap Islam.Dan itu membuat kami bahagia," katanya.
Sedangkan Amrosi terlihat lebih pendiam dibanding kakaknya dan Imam Samudra.Dia juga lebih lucu dibanding Imam dan Mukhlas yang lebih banyak serius. Salah satu yang mengundang tawa ketika itu adalah ketika saya menanyakan permintaan terakhirnya jika nanti dieksekusi.”Apa ya.Kalau boleh saya minta keluar,saya ingin berjihad,”katanya datar sambil tersenyum.
Ditanya mengenai apa yang bakal ia lakukan terkait dengan hukuman mati yang mengarah padanya,Amrozi mengatakan tidak memikirkan itu.Setengah bercanda,dia mengatakan hal yang ia pikirkan terkadang malah tidak terjadi.”Saya nggak mau memikirkan itu,belum terpikirkan apa-apa.Yang jelas,di mana pun dan kapan pun saya ingin mati >syahid<.Tidak lebih.Saya juga mau kematian saya itu tidak dikenang.Tapi, terserah kalau ada yang mau ngenang,”ujar diiringi senyum lebar.
Selain kompak meyakini bahwa yang mereka lakukan benar,mereka juga kompak menolak mengajukan grasi.Mengajukan Grasi menurut mereka sama artinya dengan mengaku bersalah.Dan kalau melakukan itu sama artinya dengan mengakui hukum orang kafir.“Undang-undang di Indonesia kan peninggalan orang kafir,orang Belanda,”kata Mukhlas.
Hingga eksekusi tiba Minggu (10/11) dinihari lalu,dua kali saya mengunjungi terpidana mati bom Bali I itu.Kunjungan kedua saya lakukan 14 Mei 2008 lalu.Saat itu, fokus kunjungan saya adalah menemui Amrosi,sang pengantin baru karena dua hari sebelumnya dia menikahi lagi mantan istrinya.Saat itu. Amrosi mengaku beruntung. Dalihnya,dengan kondisinya yang serba terbatas secara fisik ternyata masih mampu menunaikan salah satu sunah nabi yaitu berpoligami.
Keberuntungan lain menurut Amrozi adalah kebersediaan mantan istri pertamanya untuk menerima dia yang terpenjara.Untuk lebih memberi kesan dalam pernikahan kedua yang ia wakilkan kepada Ali Fauzin,adiknya,Amrosi mengaku sengaja mewasiatkan agar mewakilinya mengucapkan ijab kabul dengan mengenakan baju doreng.“ Baju doreng itu adalah symbol keberanian mujahidin.Dan saya adalah mujahid. Jadi selain diwakili oleh adik saya, baju doreng itu juga merupakan simbolisasi kehadiran saya sebagai seorang mujahidin,” kata Amrozi.
Amrozi mengatakan pernikahan itu adalah kewajiban seperti halnya beribadah. Alasan lainnya, Amrozi ingin menuruti permintaan Hendra,anaknya.“Anak saya itu nakalnya bukan main.Dan setelah saya renungkan,ternyata anak saya nakal karena ayah dan ibunya berpisah.Makanya ketika dia meminta saya untuk menikahi ibunya yang saat itu kebetulan bercerai dengan suaminya,saya langsung bersedia.Tapi dari sekian alasan itu,yang paling utama adalah mengislahkan keluarga yang telah 20 tahun berpisah,” imbuhnya.
Saat itu,Amrosi juga berharap Hendra bakal mengikuti jejaknya menjadi mujahidin.Jihad adalah satu cara untuk menegakkan syariat Islam dan menggapai surga. Soal caranya,dia tidak mengharuskan anaknya menjadi martir pengeboman.Dia menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada anak-anaknya.Mungkin saja,kata dia,di saat mereka memutuskan menjadi mujahidin,ada cara baru untuk berjihad melawan bangsa kafir.
Sekarang,ketiganya telah berpulang.Saya mendapat kabar bahwa peluru telah ditembakan ke tubuh Amrosi Cs Minggu (09/11) pukul 00.22.Sebuah pesan singkat dikirimkan oleh oleh seorang teman saya dari sebuah satuan keamanan yang kebetulan bertugas di sekitar wilayah Cilacap.Isi pesan itu adalah ”Inalilahi wainailaihirojiun.Telah syahid 3 ikhwan syuhada kita Ali Imron (Mukhlas) ,Amrosi,dan Imam Samudra di Nusa Kambangan.Semoga arwah mereka ditempatkan Allah SWT sesuai dengan amal ibadahnya,”.Sesaat berikutnya,dia mengirim pesan kedua yang isinya kematian ketiga terpidana Bom Bali 1 itu telah positif.Eksekusi menurutnya terjadi pukul 00.15.
Saat itu juga,saya langsung tercenung.Saya teringat dengan pertemuan-pertemuan dengan mereka yang selalu dihiasai dengan kata >Mujahiddin<,>Jihad Fie Sabililah<, >Syahid<,dan >Syuhada<. Hati saya langsung bertanya apakah benar Imam Samudra melakukan perlawanan ketika senjata hendak ditembakkan kepadanya.Dan apakah benar malam itu yang datang menjemput arwah ketiganya adalah bidadari-bidadari surga. Hingga sekarang saya belum mendapat jawaban atas itu.
Yang pasti,malam itu saya menyempatkan diri untuk berdoa.Saya berharap ketiganya benar-benar menemui kesyahidan seperti yang mereka harapkan selama ini. Saya juga berharap mereka benar-benar disambut bidadari-bidadari surga seperti yang pernah mereka ucapkan kepada saya.Dan semoga mereka benar-benar menjadi syuhada seperti keyakinan mereka selama ini.
Satu point penting yang saya dapat dari pertemuan itu.Hal itu adalah sebuah hikmah akan kuatnya sebuah keyakinan.Mereka mengajari saya untuk meyakini sesuatu sekuat hati jika memang kita yakin bahwa yang kita yakini adalah benar.Selamat jalan Amrosi,Mukhlas dan Imam Samudra.Semoga kebaikan menantimu di kehidupan selanjutnya.
Meski baru terlaksana Minggu (10/11) dinihari kemarin,kabar akan dieksekusinya Tri Bom Bali I sudah cukup lama terdengar.Salah satu yang santer terdengar adalah eksekusi terhadap Amrosi,Mukhlas,dan Imam Samudra bakal dilakukan di penghujung tahun 2007 lalu.Tapi,hingga tahun berganti,eksekusi itu tak juga terlaksana.
Dan di awal tahun itu pula,untuk pertama kalinya saya berkesempatan untuk bertemu dengan tiga terpidana mati tersebut.Saya bertandang ke Nusakambangan bersama rombongan Tim Pengacara Muslim (TPM) Jawa Tengah.Berkat bantuan mereka pula,saya akhirnya bisa menyeberang ke Nusa Kambangan dan masuk ke lembaga pemasyarakatan di mana Amrosi,Imam Samudra dan Mukhlas ditahan.
Jujur,ketika kaki saya melangkah melalui pintu Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Batu Nusakambangan,saya sempat grogi dan tak terlalu yakin dengan apa yang saya lakukan.Maklum saja, yang hendak saya temui saat itu bukan narapidana sembarangan. Tapi yang hendak saya temui adalah orang pernah membuat dunia gempar dengan aksi pengeboman >Paddy's club< dan >Sari Club< --dua tempat tetirah malam yang kondang di Bali.Dan aksi itu menyebabkan ratusan nyawa melayang dan ratusan lainnya terluka.
Yang terbayang di benak saya saat itu adalah ketiganya bakal memberi sambutan tak mengenakan karena saya adalah wartawan.Saya juga terbayang mereka akan menyambut saya dengan orasi-orasi Islami yang mungkin akan sulit saya pahami dan saya terjemahkan.
Tapi,tuntutan profesi mengalahkan bayangan-bayangan di kepala saya.Dan saya pun melangkah melewati pintu masuk LP Batu.Tak sampai lima menit setelah itu, yang hendak saya temui muncul.Amrosi,Imam Samudra,dan Mukhlas tampak datang bersamaan.Di bawah penjagaan ketat sipir-sipir penjara, mereka digiring menuju ruang pertemuan yang berada tak jauh dari penjagaan LP Batu.
Dan saat itu juga,saya mendapat sambutan yang 180 derajat berbeda dengan apa yang sempat melintas di benak saya kala hendak masuk LP Batu.Ketiganya begitu ramah.Ketiganya memperlakukan saya bak seseorang yang telah lama mereka kenal. Bahkan,sambil bersalaman dan mengucap salam,ketiganya memeluk dan mencium saya seperti mereka memperlakukan Achmad Michdan,koordinator TPM yang saat itu juga termasuk dalam rombongan.
Perlakuan itu semula saya anggap terjadi karena mereka belum tahu bahwa saya adalah wartawan.Tapi,ternyata perlakuan mereka tetap sama bahkan lebih hangat saat Khalid Syaefullah,salah satu voulenteer TPM, memberitahukan status saya kepada mereka.Bahkan,Imam samudra yang saat itu duduk paling dekat dengan saya langsung mengulurkan tangan mengajak salaman lagi sambil merangkul pundak saya.
"Kalau >antum< wartawan,suarakan yang benar.Jangan sampai menyiarkan kebohongan. Kalau antum dari >Jawa Pos< (induk perusahaan tempat saya bekerja) tetap jadi Jawa Pos.Jangan sampai jadi Bohong Pos.Jihad saya melalui perang. Tapi jihad >antum< melalui berita," kata Imam Samudra saat itu.
Dalam suasana keramahan dan kekeluargaan yang berlangsung selama 30 menit itu,ketiganya berulangkali mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan di bali enam tahun lalu itu adalah sebuah perang melawan bangsa >kafir<.>Jihad< di jalan Islam adalah dasar yang mereka jadikan pembenar atas aksinya.
Mereka mengaku sama sekali tak menyesali.Malah,Amrosi saat itu mengaku yang ia sesali adalah jumlah korban dari bangsa yang menurut mereka bangsa kafir yang terlalu sedikit.Harusnya,kata dia sambil tersenyum ketika itu,yang mati dalam aksi itu adalah 1000 orang bangsa kafir."Kurang banyak.Harusnya seribu,"kata Amrosi waktu itu.
Soal adanya korban kaum muslim di bom Bali,mereka mengatakan itu di luar kesengajaan.Meski demikian,mereka sepakat menolak bahwa bom Bali terjadi tidak sesuai dengan rencana.Menurutnya,ledakan itu sudah sesuai dengan skenario, hanya saja terjadi sedikit >error< sehingga timbul korban dari kaum Muslim." Kalau memang mereka di sana dalam keadaan bekerja,insyaalah mereka mati syahid. Saya sudah membayar itu dengan puasa kifarat. Dan saya yakin , cepat atau lambat , keluarga korban akan mendukung kami," Imam Samudra.
Sedang terkait dengan rencana ekseskusi mati yang menanti,ketiganya kompak mengatakan kematian mereka bukan ditangan siapa-siapa selain Allah SWT. Dan dari sekian waktu pertemuan -- (selain pertemuan bersama di ruang pertemuan LP Batu , saya juga sempat bertemu dan berbicara secara intens dengan Mukhlas dan Imam Samudra. Masing-masing satu jam) - saya sama sekali tak melihat rona-rona kekhawatiran bahwa regu tembak bisa datangs etiap saat untuk mengakhiri hidup mereka.
Yang saya lihat saat itu adalah sebuah keteguhan dan kepasrahan.Mereka mengaku menyerahkan hidup mereka kepada sang pencipta. Mereka juga mengaku siap diekseskusi kapan saja.Bagi mereka,kematian bukan apa-apa. Dan kantian bisa dating kapan saja , melalusi cara apa saja dan menimpa siapa saja. Kematin menurut mereka adalah rahasia Allah" Nyawa saya tidak ada kaitanya dengan eksekusi.Nyawa saya milik Allah,"kata Amrosi.
Di antara ketiga terpidana mati kasus bom Bali I,Imam Samudra adalah terpidana yang paling lantang bersuara.Tak ada keraguan yang tertangkap di antara kata-katanya soal bom bali maupun soal masalah hukum yang menimpanya.Nada bicaranya terdengar meledak-ledak dan lebih terkonsep.Kata-kata yang keluar dari mulut Imam Samudra lebih fokus dan terkadang menohok.Bahkan,sesekali ucapanya terdengar >thoklek< tanpa tedeng aling-aling.
Saya tak akan mungkin melupakan salah satu ucapan Imam Samudra yang menohok dan tanpa tedeng aling-aling.Ucapan itu keluar sesaat sebelum saya mewancarainya.Saat itu,selain saya di ruang Kabid Administrasi dan Kamtib LP Batu Nusakambangan,Mudianto,terdapat dua pria bertubuh tegap.Keduanya sudah berada di ruang itu sejak Imam masuk sambil mengucap salam.
Rambut salah satu pria itu gondrong dan dikuncir ke belakang.Sedang yang lainnya menutupi rambut berubanya dengan topi.Sesaat setelah masuk,Imam Samudra membuat kedua pria itu salah tingkah.Hanya beberapa detik setelah duduk di kursi mata Imam Samudra terlihat tajam menatap keduanya secara bergantian.Pria dengan rambut terkuncir yang duduk di kursi mencoba beradu pandang dengan terpidana mati di depannya.Tapi itu hanya berlangsung beberapa detik saja.Selanjutnya,dia membuang pandangannya ke sudut lain di ruang itu.
Tiba-tiba saja,sambil terus menatap pria berkuncir,Imam menanyakan asal usul mereka.Karena tak langsung menjawab,Imam menyambung kata-katanya dengan pertanyaan “Anda dari Polres kan,anda juga kan ?,” sambil terus memandangi kedua pria tersebut secara bergantian.
Merasa ketahuan,dua pria berkaos itu mengaku bahwa mereka adalah polisi.Mau tahu apa kata Imam selanjutnya ?.“Anda-anda nggak mungkin bisa bohongi saya.Saya telah empat kali mengalami mimpi bertemu anjing dan monyet.Dan setiap pagi setelah saya bermimpi,kalau nggak ketemu dengan polisi pasti saya ketemu dengan orang pengadilan.Saya nggak bohong.Saya hanya >ngasih tahu<,” katanya enteng sambil tersenyum.
Dua polisi yang ketahuan itu pun terlihat tercekat dengan ucapan Imam Samudra. Seandainya yang mengucapkan kata itu bukan seorang Imam Samudra,bisa jadi mereka bakal naik pitam.Tapi,siang itu, keduanya terlihat “tak berdaya”di hadapan Imam Samudra.Keduanya pun kemudian tersenyum kecut sambil membuang mukanya.Tampak rona kemerahan muncul di wajah kedua pria itu.
Banyak yang diceritakan Imam Samudra saat itu,(pernah dimuat berseri di Radar Solo) tapi yang juga masih tersimpan dalam kepala saya adalah ketika dia berujar bahwa mati >syahid< adalah cita-cita yang ia pilih sejak berusia 17 tahun.Malah,pada saat itu dirinya berharap sudah menjadi >syuhada< di umur 25 tahun.“Tapi sampai sekarang malah masih hidup.Malah pada umur 25 saya menikah.Itu terjadi 3 tahun setelah saya pulang dari Afganistan,”ujarnya.
Impian mati syahid itu menurutnya akan tercapai jika nanti dirinya dieksekusi mati.Eksekusi itu akan membuatnya masuk ke surga dan bertemu dengan bidadari-bidadari yang kini telah menunggunya.“Dan isnyaallah,yang mengeksekusi saya nanti tidak akan tenang hidupnya.Kalau tidak dirinya sendiri, maka keluarganya akan mengalami celaka.Bisa saja dia mengalami kecelakaan,”imbuhnya.
Saat itu,Imam Samudra juga menjanjikan sebuah perlawanan jika hari eksekusinya tiba.Dia menyatakan tidak akan menyerah begitu saja di hadapan regu tembak.Dia tidak mau disamakan dengan kambing congek yang hanya diam ketika digelandang.“Saya ngak mau seperti kambing congek.Saya tidak akan diam begitu saja ketika diborgol atau ketika di hadapan regu tembak.Saya akan melawan semampu saya,” katanya.
Soal bentuk perlawanan yang ia janjikan,Imam mengaku akan melakukan apa saja yang ia bisa.Dia mencontohkan,kalau tanganya masih bisa dipakai melawan,dia akan menggunakan tanganya.Seandainya tidak bisa,dia akan menggunakan kaki atau bagian tubuh yang lainnya untuk melawan regu tembak.Dan kalau memang semuanya tidak bisa dilakukan,minimal dia akan melakukan perlawanan dengan hatinya.“Allahuakbar,” ucapnya kemudian.
Baginya, kematiannya karena berjihad bukanlah apa-apa.Sebab,>jihad fisabilillah< tetap akan menyala meski dirinya mati.Imam menyebut dirinya hanyalah setitik debu di antara jutaaan mujahidin di seluruh dunia yang saat ini masih berjuang di jalan Allah.Dan yang pasti,kata dia,jihad yang telah dilakukan oleh mujahid-mujahid tersebut adalah demi membela muslim dari ketertindasan.
“Dan siapa pun yang menyakiti Muslim pasti akan dihukum oleh Allah.Makanya bagi para polisi yang ada di sini,saya pesan jangan sakiti Muslim.Sebab Allah pasti akan menjatuhkan hukuman.Yang menyakiti Muslim pasti tidak akan tenang hidunya.Jadi, kepada polisi,saya pesan jangan mau kalau disuruh menangani para Mujahidin.Kalau mau,saya sumpah hidup anda tidak akan tenang.Kalau ngurusi rampok boleh.Lakukan itu bersama doa saya,“tandasnya sambil melihat ke arah dua polisi yang saat itu berada di ruangan tersebut.
Selain dengan Imam Samudra,saya juga mendapat kesempatan mewancarai Mukhlas dan Amrosi dengan waktu yang sama lamanya.Dan yang saya dapat tak jauh berbeda dengan yang saya dapat dari Imam.Keduanya juga mengaku yakin bahwa yang mereka lakukan benar.Kalaupun mereka harus mati,mereka yakin akan mati >syahid<.
Sementara,pembawaan Mukhlas sedikit berbeda dengan Imam Samudra.Nada bicara lebih kalem dan sangat agamis.Saat itu,kepada saya dia mengaku banyak kebahagian di penjara itu.Kebahagian itu menurutnya lebih dari kebahagiaan yang ia rasakan bertemu dengan istrinya di malam pertama."Alhamdulilah,saya sangat bahagia di sini.Makanya saya ceria.Kebahagiaan saya di sini melebihi saat bertemu istri di malam pertama.Kebahagiaan di sini adalah kebahagiaan >ruh< yang berhubungan dengan Allah. Sedang kebahagiaan saat bertemu istri adalah kebahagiaan jasmani,"ujarnya sambil mengelus jenggot di janggutnya yang mulai memutih.
Kebahagiaan >ruh< itu menurut Mukhlas terjadi karena selama di dalam penjara,dia bisa lebih banyak berkomunikasi dengan yang maha pencipta.Di penjara,lanjutnya,setiap hari dia bisa secara terus menerus membaca dan melafalkan ayat-ayat di kitab suci Al Qur'an dan bisa lebih khusuk menjalankan ibadah."Jadi,hakim telah membuat saya lebih bahagia dengan putusannya.Hakim salah telah memenjarakan kami,sebab kami malah merasa lebih bahagia.Di sini kami jarang mendengar ada pemurtadan terhadap Islam.Dan itu membuat kami bahagia," katanya.
Sedangkan Amrosi terlihat lebih pendiam dibanding kakaknya dan Imam Samudra.Dia juga lebih lucu dibanding Imam dan Mukhlas yang lebih banyak serius. Salah satu yang mengundang tawa ketika itu adalah ketika saya menanyakan permintaan terakhirnya jika nanti dieksekusi.”Apa ya.Kalau boleh saya minta keluar,saya ingin berjihad,”katanya datar sambil tersenyum.
Ditanya mengenai apa yang bakal ia lakukan terkait dengan hukuman mati yang mengarah padanya,Amrozi mengatakan tidak memikirkan itu.Setengah bercanda,dia mengatakan hal yang ia pikirkan terkadang malah tidak terjadi.”Saya nggak mau memikirkan itu,belum terpikirkan apa-apa.Yang jelas,di mana pun dan kapan pun saya ingin mati >syahid<.Tidak lebih.Saya juga mau kematian saya itu tidak dikenang.Tapi, terserah kalau ada yang mau ngenang,”ujar diiringi senyum lebar.
Selain kompak meyakini bahwa yang mereka lakukan benar,mereka juga kompak menolak mengajukan grasi.Mengajukan Grasi menurut mereka sama artinya dengan mengaku bersalah.Dan kalau melakukan itu sama artinya dengan mengakui hukum orang kafir.“Undang-undang di Indonesia kan peninggalan orang kafir,orang Belanda,”kata Mukhlas.
Hingga eksekusi tiba Minggu (10/11) dinihari lalu,dua kali saya mengunjungi terpidana mati bom Bali I itu.Kunjungan kedua saya lakukan 14 Mei 2008 lalu.Saat itu, fokus kunjungan saya adalah menemui Amrosi,sang pengantin baru karena dua hari sebelumnya dia menikahi lagi mantan istrinya.Saat itu. Amrosi mengaku beruntung. Dalihnya,dengan kondisinya yang serba terbatas secara fisik ternyata masih mampu menunaikan salah satu sunah nabi yaitu berpoligami.
Keberuntungan lain menurut Amrozi adalah kebersediaan mantan istri pertamanya untuk menerima dia yang terpenjara.Untuk lebih memberi kesan dalam pernikahan kedua yang ia wakilkan kepada Ali Fauzin,adiknya,Amrosi mengaku sengaja mewasiatkan agar mewakilinya mengucapkan ijab kabul dengan mengenakan baju doreng.“ Baju doreng itu adalah symbol keberanian mujahidin.Dan saya adalah mujahid. Jadi selain diwakili oleh adik saya, baju doreng itu juga merupakan simbolisasi kehadiran saya sebagai seorang mujahidin,” kata Amrozi.
Amrozi mengatakan pernikahan itu adalah kewajiban seperti halnya beribadah. Alasan lainnya, Amrozi ingin menuruti permintaan Hendra,anaknya.“Anak saya itu nakalnya bukan main.Dan setelah saya renungkan,ternyata anak saya nakal karena ayah dan ibunya berpisah.Makanya ketika dia meminta saya untuk menikahi ibunya yang saat itu kebetulan bercerai dengan suaminya,saya langsung bersedia.Tapi dari sekian alasan itu,yang paling utama adalah mengislahkan keluarga yang telah 20 tahun berpisah,” imbuhnya.
Saat itu,Amrosi juga berharap Hendra bakal mengikuti jejaknya menjadi mujahidin.Jihad adalah satu cara untuk menegakkan syariat Islam dan menggapai surga. Soal caranya,dia tidak mengharuskan anaknya menjadi martir pengeboman.Dia menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada anak-anaknya.Mungkin saja,kata dia,di saat mereka memutuskan menjadi mujahidin,ada cara baru untuk berjihad melawan bangsa kafir.
Sekarang,ketiganya telah berpulang.Saya mendapat kabar bahwa peluru telah ditembakan ke tubuh Amrosi Cs Minggu (09/11) pukul 00.22.Sebuah pesan singkat dikirimkan oleh oleh seorang teman saya dari sebuah satuan keamanan yang kebetulan bertugas di sekitar wilayah Cilacap.Isi pesan itu adalah ”Inalilahi wainailaihirojiun.Telah syahid 3 ikhwan syuhada kita Ali Imron (Mukhlas) ,Amrosi,dan Imam Samudra di Nusa Kambangan.Semoga arwah mereka ditempatkan Allah SWT sesuai dengan amal ibadahnya,”.Sesaat berikutnya,dia mengirim pesan kedua yang isinya kematian ketiga terpidana Bom Bali 1 itu telah positif.Eksekusi menurutnya terjadi pukul 00.15.
Saat itu juga,saya langsung tercenung.Saya teringat dengan pertemuan-pertemuan dengan mereka yang selalu dihiasai dengan kata >Mujahiddin<,>Jihad Fie Sabililah<, >Syahid<,dan >Syuhada<. Hati saya langsung bertanya apakah benar Imam Samudra melakukan perlawanan ketika senjata hendak ditembakkan kepadanya.Dan apakah benar malam itu yang datang menjemput arwah ketiganya adalah bidadari-bidadari surga. Hingga sekarang saya belum mendapat jawaban atas itu.
Yang pasti,malam itu saya menyempatkan diri untuk berdoa.Saya berharap ketiganya benar-benar menemui kesyahidan seperti yang mereka harapkan selama ini. Saya juga berharap mereka benar-benar disambut bidadari-bidadari surga seperti yang pernah mereka ucapkan kepada saya.Dan semoga mereka benar-benar menjadi syuhada seperti keyakinan mereka selama ini.
Satu point penting yang saya dapat dari pertemuan itu.Hal itu adalah sebuah hikmah akan kuatnya sebuah keyakinan.Mereka mengajari saya untuk meyakini sesuatu sekuat hati jika memang kita yakin bahwa yang kita yakini adalah benar.Selamat jalan Amrosi,Mukhlas dan Imam Samudra.Semoga kebaikan menantimu di kehidupan selanjutnya.
Wednesday, July 23, 2008
Tangan Ajaib dari Solo
Keterangan Foto : Idud tengah mengerjakan Goud Guiter pesanan Anto Hoed. Di depanya, contra bass pesanan Matez juga tengah masuk dalam tahap Finishing.
Tak banyak yang tahu bahwa banyak pemusik besar di
tanah air yang menggunakan alat musik produksi Solo.Tangan
"ajaib" yang menghasilkan beragam alat musik istimewa itu
adalah milik Dwi Nugroho alias Idud,32,.Bagaimana cerita
pemuda jebolan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (Sekarang ISI)
Solo itu? .
Rumah sederhana yang juga menjadi bengkel Sentana Art
di Jl.Dewi Sartika, Danusuman,Serengan,Solo,itu tampak
sepi.Pintu rumah itu terlihat terbuka.Namun, tak satupun
penghuninya yang terlihat.Yang ada hanya satu set sofa warna
hijau dan dua unit sepeda motor yang terparkir di ruang yang
sekaligus menjadi ruang tamu rumah itu.
Sekian menit setelah tombol bel tertekan,seorang pria bercelana kolor dan berkaus oblong datang menjelang.Senyum ramah terlihat mengembang di bibirnya. Dia langsung mengangguk dan mengiyakanya ketika saya menanyakan apakah Idud berada di di bengkelnya.Sesaat berikutnya,dia menghilang di balik pintu.Lalu muncul seorang pemuda berambut gondrong,bercelana hitam >gombrong<
Sambil manaiki tangga kayu,dia mengatakan,saya adalah satu-satunya wartawan yang ia izinkan melihat laboratorium musiknya."Ada dari TV swasta yang mau ngambil gambar.Tapi saya belum bersedia mas.Belum siap.Bengkel saya belum jadi.Masih berantakan.Malu saya.Baru njenengan lho yang saja ajak naik ke sini, "katanya kemudian.
Ruang di lantai dua itu begitu sederhana.Ukuranya tak seberapa besar. Sedikit terasa sempit karena banyak alat musik yang berjajar di ruang itu.Itu masih ditambah dengan setumpuk kaleng cat di sudut ruangan serta >binding< (alat untuk menahan lengkungan papan kayu seusai dipanaskan,Red)yang tergantung di hampir seluruh langit-langit ruangan. Beberapa di antara alat musik itu ada yang belum jadi.
Gitar aneh ini adalah pesanan Anto Hoed Potret yang akan digunakan untuk menggarap proyek musik ilustrasi film Laskar Pelangi karya Riri Reza.
Salah satunya adalah contra bass berukuran besar pesanan Matez,bassis yang sering bermusik bersama Indra Lesmana."Ini pesenan pak Matez.Belum selesai. Saya belum dapat konfirmasi lagi apakah >spare partnya<>
Sedetik kemudian,dia meraih sebuah gitar berbentuk aneh.Bagian punggung gitar yang cembung membuatnya mirip Gambus.Tapi itu bukan Gambus.Idud menyatakan alat musiknya yang baru masuk dalam tahapan finishing itu adalah >goud guitar<. "Ini pesenan mas Anto Hoed Potret,"katanya sambil menggosokkan selembar amplas di punggung gitar "aneh" itu.
Dia menambahkan,gitar pesanan suami Melly Guslaw itu merupakan satu di antara beberapa alat musik yang dipesan kepadanya.>Goud Gitar<>
Pesanan alat musik untuk sebuah proyek eksperimental menurut Idud bukan lah yang pertama kali ia terima.Sebelumnya,dia juga mendapat kepercayaan dari Rizaldi Siagian untuk menggarap beberapa alat musik yang akan digunakan untuk konser prestisius "Megalitichum Quantum" beberapa waktu lalu.Beberapa alat musik buatanya yang dimainkan oleh Dwiki Darmawan dan teman-temanya pada konser itu adalah beragam Perkusi,Gordang Tano,Gambus,Gitar dan Bass.
"Infonya konser itu mau dipertunjukkan lagi di Amerika.Tapi belum tahu kapan. Ada juga beberapa lata saya yang digunakan dalam Java Jazz Festival.Yang pesan pak Peter F Gonta,"imbuhnya.
Penggunaan alat musik buatanya dalam konser itu diakui Idud mendatangkan kepuasan.Tapi,itu bukanlah yang paling fenomenal dalam kariernya.Yang paling istimewa menurutnya adalah ketika diminta membuat duplikat biola milik WR Supratman (komponis lagu Kebangsaan Indonesia Raya).Proses pemesanan biola yang kini dipamerkan di museum Sumpah Pemuda Jakarta itu sendiri menurutnya terbilang unik dan mengejutkan.
Awalnya,dia didatangi serombongan orang.Kala itu,mereka hanya mengaku mengetahui namanya dari komunitas musik di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Mereka datang dan hanya menanyakan pengetahuanya perihal biola.Mulai dari bahan hingga suara yang dihasilkan.Hal itu terjadi selama beberapa hari berturut-turut."Saat itu mereka juga nggak asal usulnya.Tapi karena mereka tamu,ya saya layani baik-baik,"lanjut Idud.
Memasuki hari ke tujuh,mereka datang lagi dengan jumlah yang lebih banyak.Mereka datang dengan membawa bungkusan kardus besar.Di antara mereka terdapat empat orang berbadan tegap dan berambut cepak dengan stelan safari di tubuhnya.Mereka terlihat "mengepung" kardus itu.Beberapa saat berikutnya,salah satu orang itu membuka kardus tersebut.
Ternyata,tidak hanya selapis kardus.Tapi ada banyak lapisan pembungkus. Dan setelah terbuka,munculah sebuah biola tua dengan kondisi memprihatinkan. Bahkan,menurut Idud,kondisinya sudah jelas tak mungkin bisa dimainkan dengan sempurna.Namun,Idud mengaku tahu itu adalah biola langka yang mungkin usianya sudah seratusan tahun.Salah seorang lainnya langsung mengatakan itu adalah biola milik WR Supratman.
Idud pun mengaku lemas dalam kebanggaan karena bisa secara langsung menyentuh biola bersejarah itu.Saat itu ,dia juga memberanikan diri untuk memegang serta mencoba menyetel biola itu."Suaranya ternyata masih bagus.Dan setelah itu,saya semakin lemes setelah mereka meminta saya untuk membuatkan duplikatnya.Bahan dan kualitasnya pun harus nyaris sama,"katanya.
Tantangan mengejutkan itu pun dijawab Idud dengan perjuangan.Kayu bahan biola itu ia datangkan dari sebuah negara di Eropa.Dan,setelah beberapa waktu lamanya,pesanan itu selesai."Ya lalu diambil.Dan sekarang dipajang di museum Sumpah Pemuda di Jakarta.Ada sertifikatnya.Kalau soal nominalnya,saya sudah teken kontrak untuk tidak memberitahukanya," kata Idud tersenyum.
Order biola yang juga meninggalkan kesan baginya adalah yang datang dari seorang warga Yaman.Selain dihargai Rp 12 juta per unitnya,Idud mengaku mendapat hadiah istimewa.Hadiah itu berupa sebuah motor besar yang kini ada di rumahnya.Selain itu,pria tersebut sekarang menjadi salah satu >chanel<>
Idud mengaku,selain skill,kayu bahan baku adalah keistimewaan lain alat musik ciptaannya. Kayu itu adalah kayu pilihan.Dan yang paling sering,ketika memesan alat musik,pemusik sekelas Inisisri,Sawung Jabo,Matez dan Wong Akshan selalu menunjuk bahan bakunya.Biasaya,kata Idud, mereka minta dibuatkan alat musik berbahan kayu jenis >tiger graind<>
"Makanya butuh waktu lama.Karena kayunya harus pesan dulu.Saya nggak mau pakai kayu lapis.Kualitas adalah yang terpenting bagi saya.Di Indonesia,kayu yang kualitasnya mendekati kayu itu adalah cendana >lanang<>sana keling<. Tapi pemusik Indonesia pasti minta yang dari luar negeri.Kebalikanya,kalau ada pesanan dari luar negeri,mereka pasti minta bahanya kayu candana,sana keling dan mahoni,"imbuhnya.
Lantas,berapa Idud menghargai hasil karyanya yang kini berada di tangan pemusik kondang tersebut?.Sambil tersenyum, dia mengatakan tak pernah menyebut angka kepada pemesannya.Dia sengaja membiarkan orang yang menerima alat musik ciptaanya untuk menentukan harga berdasarkan kualitas yang mereka terima
Melihat alat musiknya dimainkan oleh pemusik besar menurut Idud adalah kepuasan yang menurutnya lebih mahal dari harga semua bahan baku yang ia habiskan."Yang pasti,belum pernah ada alat musik ciptaan saya yang dikembalikan.Dan saya juga belum pernah tombok," tegasnya.
Melihat alat musiknya dimainkan oleh pemusik besar menurut Idud adalah kepuasan yang menurutnya lebih mahal dari harga semua bahan baku yang ia habiskan."Yang pasti,belum pernah ada alat musik ciptaan saya yang dikembalikan.Dan saya juga belum pernah tombok," tegasnya.
Kondangnya nama Idud dikalangan pemusik di Jakarta itu memiliki sejarah panjang dan berliku.Idud mengaku memiliki keahlian membuat alat musik itu secara turun temurun dari eyang buyutnya yang belajar membuat alat musik di Belanda.Soal koneksinya,dia mengakui itu terjadi karena peran Rahayu Supanggah dan I Wayan Sadra,dua penata musik sekaligus guru besar di ISI Solo.Dari mereka lah Idud berkenalan dengan Idris Sardi dan pemusik-pemusik besar lainnya."Lalu datanglah pesanan-pesanan itu.Ini katanya Piyu Padi juga mau ke sini api belum jadi,"katanya.
Kualitas alat musik buatan Idud, diakui oleh Sawung Jabo beberapa hari lalu.Dalam pertunjukkannya di Solo,di atas pentas dia terang-terangan menyebut gitar yang ia gunakan adalah buatan Idud.Dia memuji hasil karya Idud tersebut." Saya mau promosi ni.Ini gitar buatan cah Solo.Lulusan STSI yang kreatif.Makasih ya Dud,>aku<>
Wednesday, March 12, 2008
Perbincanganku dengan istri yang suaminya dituding teroris di Malaysia
Hanifah dan Aisyah Hana, istri dan anak Adi Utomo yang ditahan pemerintah Malaysia tanpa sidang sejak lima tahun lalu.
Istri mana pun pasti berduka jika suaminya dipenjara.Terlebih lagi jika itu terjadi tanpa sekelumitpun penjelasan.Hanifah,adalah salah satunya.Sejak lima tahun lalu,Adi Utomo,suaminya ditangkap polisi Diraja Malaysia.Bagaimana keluh kesahnya ?
========================================================================================
Hujan deras disertai kilat petir dan angin ribut mengiringi kedatangan Hanifah di Gedung Umat Islam Kartopuran ,Serengan, Solo. Dengan menggendong Aisyah Hana Husaidah,3,5, putri semata wayangnya,Hanifah datang bersama Ny. Bariyah,mertua sekaligus ibu kandung Adi Utomo. Ny. Bariyah datang dari Bauresan,Giritirto,Wonogiri. Sedang Hanifah berangkat dari rumahnya Takeran, Magetan,Jawa Timur.
Rombongan kecil ini langsung naik ke lantai dua gedung tersebut.Tampak beberapa titik air membasahi kain >burkha< yang membalut tubuh Hanifah.Percikan air hujan juga terlihat di pakaian yang dikenakan Ny. Bariyah dan Aisyah Hanna.“Silahkan duduk di sini,”ujar Khalid Syaifullah,direktur eksekutif Front Perlawanan Penculikan (FPP) sambil menunjuk deretan kursi plastik di sudut ruangan lantai dua gedung tersebut.
Khalid menjelaskan,kedatangan Hanifah tersebut dalam rangka mencari penjelasan atas nasib suaminya ke Jakarta.Menurutnya,rombongan Hanifah adalah satu dari tujuh keluarga yang hendak ke Jakarta untuk menemui menteri luar negeri dan legislator di DPR-RI. Semuanya memiliki masalah yang sama yakni ada anggota keluarga mereka yang ditangkap polisi Malaysia tanpa penjelasan sejak beberapa tahun lalu.Beberapa dari tangkapan itu kemudian dideportasi ke Philipina “Lebih jelasnya,silahkan tanya langsung pada yang bersangkutan,”ujar Khalid.
Hanifah mengatakan,pada awalnya,Adi Utomo pamit hendak bekerja ke luar pulau Jawa. Sebelumnya,kata Hanifah,dia dan suaminya membantu Ny.Bariyah berdagang di pasar Kota Wonogiri.”Pamit pergi Juni tahun 2003. Katanya mau berdagang di luar pulau Jawa bersama temanya. Saat itu saya mengandung enam bulan,” katanya.
Hingga hampir setahun berikutnya, Adi Utomo tak memberi kabar apa pun. Baru pada bulan Februari 2004, Adi mengirim sepucuk surat kepadanya.Bukan kabar baik yang tertulis di surat itu.Tapi,yang ada adalah kabar mengejutkan.Ssuaminya mengabarkan ditangkap polisi Malaysia.Adi juga mengatakan sedang ditahan di penjara Sabah dengan tudingan bermasalah dengan izin tinggalnya di Malaysia.
Kabar mengejutkan itu terang saja membuat Hanifah dan mertuanya terkejut.Namun,dia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menunggu kabar berikutnya dari Adi Utomo. Dalam proses menunggu kabar itu,Hanifah memilih kembali ke rumah orang tuanya di Takeran, Magetan, Jawa Timur. “ Saya pulang ke Magetan,” katanya sambil membetulkan posisi Aisyah Hana yang tertidur di pangkuanya.
Dua bulan berikutnya, Adi kembali mengirim surat. Surat ini pun kabar yang menggembirakan.Tapi, kabar yang datang tetap kabar tak mengenakkan. Kali ini,Adi Utomo mengatakan penahanannya dipindahkan ke penjara di Perak, Malaysia.” Semua surat yang saya terima adalah surat pribadi yang ditulis suami saya dari penjara . Hingga sekarang pun belum ada surat pemberitahuan dari Departemen Luar Negeri maupun surat dari pemerintah Malaysia yang menerangkan suami saya,” katanya.
Tidak hanya soal pemindahan tempat penahanan. Tapi dalam surat kedua itu , Adi Utomo juga memberitahukan bahwa dirinya ditahan dengan jeratan hukum yang oleh pemerintah Malaysia dituangkan dalam Internal Security Act (ISA). Bahasa umunya, Adi Utomo oleh pemerintah Malaysia dituding terlibat perencanaan aksi terorisme.“Hingga bulan ini , sudah empat tahun suami saya ditahan tanpa persidangan di Malaysia. Dan belum ada kepedulian dari pemerintah Indonesia ,” lanjut Hanifah kemudian.
Hanifah mengaku terus dihinggapi kesedihan dan kegelisahan.Sebab , suaminya dicap sebagai teroris. Kesedihan itu semakin berasa ketika Aisyah Hana, anaknya yang sekarang berumur lebih dari 3,5 tahun, menanyakan ayahnya. “Sekarang dia sudah bisa menanyakan di mana ayahnya.Sering dia melakukan itu. Dan saya hanya bisa menjawab ayahnya sedang belajar,” lanjut Hanifah pelan.
Disinggung mengenai kehidupannya kini,Hanifah mengatakan bekerja serabutan di Magetan. Kadang dia menjadi buruh,menjahit,dan kadang dia menjadi pengepul buah di kampungnya. “ Saya harus bertahan hingga ada kejelasan mengenai suami saya. Saya berharap semua ini segera selesai. Dan suami saya bisa berkumpul kembali dengan saya. Saya tidak percaya suami saya terlibat terorisme. Selama ini , saya hanya bisa berkomunikasi denganya melalui surat. Dia pernah beberapa kali telepon. Katanya dipinjami polisi, ” tandasnya.
Senada dengan Hanifah,Ny. Bariyah pun mengaku mengalami kesedihan terkait nasib anaknya itu.Dia mengaku,sejak Adi Utomo ditahan , dia mengaku beberapa kali menerima telepon. Dalam telepon itu, Adi mengatakan kondisinya baik-baik saja. Adi juga meminta ibunya tidak terlalu memikirkan kondisinya. “ Dia itu anaknya humoris. Jadi pas telepon dia lebih banyak bercanda. Katanya dia nggak terlibat teroris.Itu hanya tuduhan polisi di sana. Dan saya percaya anak saya,” katanya.
Selain itu , dia berharap pemerintah mau terlibat untuk mengurusi anaknya. Dengan keterlibatan pemerintah , dia yakin anaknya bisa segera pulang ke Indonesia. “ Dan kami bisa berkumpul lagi. Saya sedih bila memikirkan ini. Saya nggak percaya anak saya teroris. Anak saya itu anak baik. Makanya , ketika ditawari untuk ke Jakarta guna menemui orang di Departemen Luar Negeri, saya langsung mau ikut. Sekalian mendampingi anak menantu saya,” katanya.
Sesaat sebelum kedatangan rombongan Hanifah , rombongan keluarga Abdulah Zaini, asal Trembus, Rembang, Jawa Tengah, juga tiba di gedung Umat Islam Kartopuran.Sama seperti Adi Utomo, Zaini juga ditangkap oleh polisi Malaysia dengan tudingan pelanggarana izin tinggal. Tapi, jeratan itu kemudian berkembang menjadi tudingan terorisme. Malaysia dengan ISA nya pun kemudian memperpanjang penahanan Zaini tanpa proses persidangan. Bahkan kemudian , entah bagaimana ceritanya, Zaini dideportasi ke Philipina.
Yasriah , adik kandung Zaini menuturkan, kakaknya tersebut berangkat ke Malaysia sekitar tahun 2001.Zaini pamit hendak belajar di salah satu perguruan tinggi di sana.Tapi,tiga tahun kemudian,sekitar awal tahun 2004, Zaini mengirim surat ke keluarganya.Dalam surat yang ia tulis dari penjara itu, dia mengatakan ditangkap polisi.“Katanya penyalahgunaan izin imigrasi.Tapi kemudian dituduh terlibat teroris.Malah kemudian kakak saya dipindah ke Philipina.Selama ini,tidak ada pemberitahuan dari pemerintah sini atau pemerintah Malaysia,” kata Yasriah terisak.
Sementara itu,menurut data di FPP, selain Adi Utomo dan Abdulah Zaini , saat ini terdapat sedikitnya enam orang lainnya yang sama-sama ditangkap di Malayisa dengan tudingan awal penyalahgunaan izin tingal. Namun , tudingan itu berubah menjadi sangkaan terlibat aksi terorisme. Mereka adalah Syaifullah Ibrahim- asal Batang, Jawa Tengah-- Ahmad Faisol—asal Ngawi--, Syaifudin, Didi Rusdian,M Nasir,Mahmud S –empat nama terakhir alamatnya tidak terdapat di data FPP--. “ Tapi mereka kini ada di penjara Philipina .Hanya Adi Utomo yang di penjara Malaysia,” ujar Khalid Syaefullah.
Dia menambahkan,data-data tersebut hanyalah yang muncul di permukaan. Khalid menyakini , masih ada puluhan warga Indonesia yang ditahan di luar negeri. “ Selain mereka di Philipian terdapat tiga orang lagi. Namanya masih kami lacak. Ada juga di Pakistan dan Afganistan. Karena itu , kami berharap ini menjadi perhatian pemerintah. Karena bagaimanapun mereka adalah warga Indonesia. Jadi sudah sewajarnya kalau pemerintah terlibat. Tapi ini , pemerintah sama sekali tidak >cawe-cawe<, “ tegas Khalid.
Terkait harapanya ke pemerintah itu, FPP bersama Tim Pengacara Muslim (TPM) Jawa Tengah dan TPM Pusat sepakat untuk mengkonfirmasikan kondisi para tahanan di luar negeri itu kepada Departemen Luar Negeri. Sebagai penguat,FPP sengaja mengajak keluarga korban untuk menanyakan kerabatnya yang ditahan di luar negeri itu kepada pemerintah. “Rencananya juga akan menemui anggota DPR-RI. Malam ini kami berangkat ke Jakarta bersama tujuh keluarga,” tandas Khalid. (*)
Thursday, February 28, 2008
wartawan Solo dan walikotanya
Suatu hari beberap waktu lalu,moment Pameran Foto oleh sejumah pewarta foto di Solo mempertemukan saya dan walikota Solo , Ir. Joko "Jokowi" Widodo. Bukan hal yang aneh memang .Tapi yang aneh adalah munculnya sebuh semangat untuk berfoto bersama beliau. Padahal , kami bisa dikatakan tiap haris bertemu. Heheheheh. agak narsis memang ketika wartawan mau nampang. tapi gak apa-apa, toh itu nggak melanggar hukum.86.813.
Sunday, February 10, 2008
salut for the trio
Sejauh yang saya dapat, mereka bertiga adalah orang-orang yang hebat denga keyakinan mereka.Saya tidak berbicara mengenai apa yang telah mereka lakukan dengan bom-bomnya.Saya lebih tertarik untuk berbicara mengenai kuatnya keyakinan yang ada di hatio mereka.
Seharusnya , dalam hal keyakinan , kita harus banyak berkaca pada mereka.Keyakinan mereka begitu kuat dan tidak goyah meski peluru telah menanti.Dan saya nggak tahu ada berapa banyak orang di dunia ini yang memiliki kekuatan akan keyakinan seperti yang mereka miliki. salut .
satu hal yang ingin saya tegaskan di "rumah" saya ini, saya sama sekali tidak setuju dengan apa yang mereka sebut jihad dengan membunuh orang - orang yang belum tentu bersalah. Sekali lagi , ungkapan hati ini saya ini adalah berkaitan dengan kekuatan sebuah keyakinan. Kekuatan akan keyakinan yang diyakini oleh ketiga terpidana mati ini . Saya mohon maaf jika ada yang tidak sepaham dengan saya . dan itu sangat manusiawi .
Seharusnya , dalam hal keyakinan , kita harus banyak berkaca pada mereka.Keyakinan mereka begitu kuat dan tidak goyah meski peluru telah menanti.Dan saya nggak tahu ada berapa banyak orang di dunia ini yang memiliki kekuatan akan keyakinan seperti yang mereka miliki. salut .
satu hal yang ingin saya tegaskan di "rumah" saya ini, saya sama sekali tidak setuju dengan apa yang mereka sebut jihad dengan membunuh orang - orang yang belum tentu bersalah. Sekali lagi , ungkapan hati ini saya ini adalah berkaitan dengan kekuatan sebuah keyakinan. Kekuatan akan keyakinan yang diyakini oleh ketiga terpidana mati ini . Saya mohon maaf jika ada yang tidak sepaham dengan saya . dan itu sangat manusiawi .
Subscribe to:
Posts (Atom)