Monday, November 10, 2008

KENANGAM YANG TAK MUNGKIN TERULANG BERSAMA AMROSI , MUKHLAS DAN IMAM SAMUDRA

Selamat Jalan.Semoga Apa Yang Kalian Yakini Adalah Benar.

Meski baru terlaksana Minggu (10/11) dinihari kemarin,kabar akan dieksekusinya Tri Bom Bali I sudah cukup lama terdengar.Salah satu yang santer terdengar adalah eksekusi terhadap Amrosi,Mukhlas,dan Imam Samudra bakal dilakukan di penghujung tahun 2007 lalu.Tapi,hingga tahun berganti,eksekusi itu tak juga terlaksana.

Dan di awal tahun itu pula,untuk pertama kalinya saya berkesempatan untuk bertemu dengan tiga terpidana mati tersebut.Saya bertandang ke Nusakambangan bersama rombongan Tim Pengacara Muslim (TPM) Jawa Tengah.Berkat bantuan mereka pula,saya akhirnya bisa menyeberang ke Nusa Kambangan dan masuk ke lembaga pemasyarakatan di mana Amrosi,Imam Samudra dan Mukhlas ditahan.

Jujur,ketika kaki saya melangkah melalui pintu Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Batu Nusakambangan,saya sempat grogi dan tak terlalu yakin dengan apa yang saya lakukan.Maklum saja, yang hendak saya temui saat itu bukan narapidana sembarangan. Tapi yang hendak saya temui adalah orang pernah membuat dunia gempar dengan aksi pengeboman >Paddy's club< dan >Sari Club< --dua tempat tetirah malam yang kondang di Bali.Dan aksi itu menyebabkan ratusan nyawa melayang dan ratusan lainnya terluka.

Yang terbayang di benak saya saat itu adalah ketiganya bakal memberi sambutan tak mengenakan karena saya adalah wartawan.Saya juga terbayang mereka akan menyambut saya dengan orasi-orasi Islami yang mungkin akan sulit saya pahami dan saya terjemahkan.

Tapi,tuntutan profesi mengalahkan bayangan-bayangan di kepala saya.Dan saya pun melangkah melewati pintu masuk LP Batu.Tak sampai lima menit setelah itu, yang hendak saya temui muncul.Amrosi,Imam Samudra,dan Mukhlas tampak datang bersamaan.Di bawah penjagaan ketat sipir-sipir penjara, mereka digiring menuju ruang pertemuan yang berada tak jauh dari penjagaan LP Batu.

Dan saat itu juga,saya mendapat sambutan yang 180 derajat berbeda dengan apa yang sempat melintas di benak saya kala hendak masuk LP Batu.Ketiganya begitu ramah.Ketiganya memperlakukan saya bak seseorang yang telah lama mereka kenal. Bahkan,sambil bersalaman dan mengucap salam,ketiganya memeluk dan mencium saya seperti mereka memperlakukan Achmad Michdan,koordinator TPM yang saat itu juga termasuk dalam rombongan.

Perlakuan itu semula saya anggap terjadi karena mereka belum tahu bahwa saya adalah wartawan.Tapi,ternyata perlakuan mereka tetap sama bahkan lebih hangat saat Khalid Syaefullah,salah satu voulenteer TPM, memberitahukan status saya kepada mereka.Bahkan,Imam samudra yang saat itu duduk paling dekat dengan saya langsung mengulurkan tangan mengajak salaman lagi sambil merangkul pundak saya.

"Kalau >antum< wartawan,suarakan yang benar.Jangan sampai menyiarkan kebohongan. Kalau antum dari >Jawa Pos< (induk perusahaan tempat saya bekerja) tetap jadi Jawa Pos.Jangan sampai jadi Bohong Pos.Jihad saya melalui perang. Tapi jihad >antum< melalui berita," kata Imam Samudra saat itu.

Dalam suasana keramahan dan kekeluargaan yang berlangsung selama 30 menit itu,ketiganya berulangkali mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan di bali enam tahun lalu itu adalah sebuah perang melawan bangsa >kafir<.>Jihad< di jalan Islam adalah dasar yang mereka jadikan pembenar atas aksinya.

Mereka mengaku sama sekali tak menyesali.Malah,Amrosi saat itu mengaku yang ia sesali adalah jumlah korban dari bangsa yang menurut mereka bangsa kafir yang terlalu sedikit.Harusnya,kata dia sambil tersenyum ketika itu,yang mati dalam aksi itu adalah 1000 orang bangsa kafir."Kurang banyak.Harusnya seribu,"kata Amrosi waktu itu.

Soal adanya korban kaum muslim di bom Bali,mereka mengatakan itu di luar kesengajaan.Meski demikian,mereka sepakat menolak bahwa bom Bali terjadi tidak sesuai dengan rencana.Menurutnya,ledakan itu sudah sesuai dengan skenario, hanya saja terjadi sedikit >error< sehingga timbul korban dari kaum Muslim." Kalau memang mereka di sana dalam keadaan bekerja,insyaalah mereka mati syahid. Saya sudah membayar itu dengan puasa kifarat. Dan saya yakin , cepat atau lambat , keluarga korban akan mendukung kami," Imam Samudra.

Sedang terkait dengan rencana ekseskusi mati yang menanti,ketiganya kompak mengatakan kematian mereka bukan ditangan siapa-siapa selain Allah SWT. Dan dari sekian waktu pertemuan -- (selain pertemuan bersama di ruang pertemuan LP Batu , saya juga sempat bertemu dan berbicara secara intens dengan Mukhlas dan Imam Samudra. Masing-masing satu jam) - saya sama sekali tak melihat rona-rona kekhawatiran bahwa regu tembak bisa datangs etiap saat untuk mengakhiri hidup mereka.

Yang saya lihat saat itu adalah sebuah keteguhan dan kepasrahan.Mereka mengaku menyerahkan hidup mereka kepada sang pencipta. Mereka juga mengaku siap diekseskusi kapan saja.Bagi mereka,kematian bukan apa-apa. Dan kantian bisa dating kapan saja , melalusi cara apa saja dan menimpa siapa saja. Kematin menurut mereka adalah rahasia Allah" Nyawa saya tidak ada kaitanya dengan eksekusi.Nyawa saya milik Allah,"kata Amrosi.

Di antara ketiga terpidana mati kasus bom Bali I,Imam Samudra adalah terpidana yang paling lantang bersuara.Tak ada keraguan yang tertangkap di antara kata-katanya soal bom bali maupun soal masalah hukum yang menimpanya.Nada bicaranya terdengar meledak-ledak dan lebih terkonsep.Kata-kata yang keluar dari mulut Imam Samudra lebih fokus dan terkadang menohok.Bahkan,sesekali ucapanya terdengar >thoklek< tanpa tedeng aling-aling.

Saya tak akan mungkin melupakan salah satu ucapan Imam Samudra yang menohok dan tanpa tedeng aling-aling.Ucapan itu keluar sesaat sebelum saya mewancarainya.Saat itu,selain saya di ruang Kabid Administrasi dan Kamtib LP Batu Nusakambangan,Mudianto,terdapat dua pria bertubuh tegap.Keduanya sudah berada di ruang itu sejak Imam masuk sambil mengucap salam.

Rambut salah satu pria itu gondrong dan dikuncir ke belakang.Sedang yang lainnya menutupi rambut berubanya dengan topi.Sesaat setelah masuk,Imam Samudra membuat kedua pria itu salah tingkah.Hanya beberapa detik setelah duduk di kursi mata Imam Samudra terlihat tajam menatap keduanya secara bergantian.Pria dengan rambut terkuncir yang duduk di kursi mencoba beradu pandang dengan terpidana mati di depannya.Tapi itu hanya berlangsung beberapa detik saja.Selanjutnya,dia membuang pandangannya ke sudut lain di ruang itu.

Tiba-tiba saja,sambil terus menatap pria berkuncir,Imam menanyakan asal usul mereka.Karena tak langsung menjawab,Imam menyambung kata-katanya dengan pertanyaan “Anda dari Polres kan,anda juga kan ?,” sambil terus memandangi kedua pria tersebut secara bergantian.

Merasa ketahuan,dua pria berkaos itu mengaku bahwa mereka adalah polisi.Mau tahu apa kata Imam selanjutnya ?.“Anda-anda nggak mungkin bisa bohongi saya.Saya telah empat kali mengalami mimpi bertemu anjing dan monyet.Dan setiap pagi setelah saya bermimpi,kalau nggak ketemu dengan polisi pasti saya ketemu dengan orang pengadilan.Saya nggak bohong.Saya hanya >ngasih tahu<,” katanya enteng sambil tersenyum.

Dua polisi yang ketahuan itu pun terlihat tercekat dengan ucapan Imam Samudra. Seandainya yang mengucapkan kata itu bukan seorang Imam Samudra,bisa jadi mereka bakal naik pitam.Tapi,siang itu, keduanya terlihat “tak berdaya”di hadapan Imam Samudra.Keduanya pun kemudian tersenyum kecut sambil membuang mukanya.Tampak rona kemerahan muncul di wajah kedua pria itu.

Banyak yang diceritakan Imam Samudra saat itu,(pernah dimuat berseri di Radar Solo) tapi yang juga masih tersimpan dalam kepala saya adalah ketika dia berujar bahwa mati >syahid< adalah cita-cita yang ia pilih sejak berusia 17 tahun.Malah,pada saat itu dirinya berharap sudah menjadi >syuhada< di umur 25 tahun.“Tapi sampai sekarang malah masih hidup.Malah pada umur 25 saya menikah.Itu terjadi 3 tahun setelah saya pulang dari Afganistan,”ujarnya.

Impian mati syahid itu menurutnya akan tercapai jika nanti dirinya dieksekusi mati.Eksekusi itu akan membuatnya masuk ke surga dan bertemu dengan bidadari-bidadari yang kini telah menunggunya.“Dan isnyaallah,yang mengeksekusi saya nanti tidak akan tenang hidupnya.Kalau tidak dirinya sendiri, maka keluarganya akan mengalami celaka.Bisa saja dia mengalami kecelakaan,”imbuhnya.

Saat itu,Imam Samudra juga menjanjikan sebuah perlawanan jika hari eksekusinya tiba.Dia menyatakan tidak akan menyerah begitu saja di hadapan regu tembak.Dia tidak mau disamakan dengan kambing congek yang hanya diam ketika digelandang.“Saya ngak mau seperti kambing congek.Saya tidak akan diam begitu saja ketika diborgol atau ketika di hadapan regu tembak.Saya akan melawan semampu saya,” katanya.

Soal bentuk perlawanan yang ia janjikan,Imam mengaku akan melakukan apa saja yang ia bisa.Dia mencontohkan,kalau tanganya masih bisa dipakai melawan,dia akan menggunakan tanganya.Seandainya tidak bisa,dia akan menggunakan kaki atau bagian tubuh yang lainnya untuk melawan regu tembak.Dan kalau memang semuanya tidak bisa dilakukan,minimal dia akan melakukan perlawanan dengan hatinya.“Allahuakbar,” ucapnya kemudian.

Baginya, kematiannya karena berjihad bukanlah apa-apa.Sebab,>jihad fisabilillah< tetap akan menyala meski dirinya mati.Imam menyebut dirinya hanyalah setitik debu di antara jutaaan mujahidin di seluruh dunia yang saat ini masih berjuang di jalan Allah.Dan yang pasti,kata dia,jihad yang telah dilakukan oleh mujahid-mujahid tersebut adalah demi membela muslim dari ketertindasan.

“Dan siapa pun yang menyakiti Muslim pasti akan dihukum oleh Allah.Makanya bagi para polisi yang ada di sini,saya pesan jangan sakiti Muslim.Sebab Allah pasti akan menjatuhkan hukuman.Yang menyakiti Muslim pasti tidak akan tenang hidunya.Jadi, kepada polisi,saya pesan jangan mau kalau disuruh menangani para Mujahidin.Kalau mau,saya sumpah hidup anda tidak akan tenang.Kalau ngurusi rampok boleh.Lakukan itu bersama doa saya,“tandasnya sambil melihat ke arah dua polisi yang saat itu berada di ruangan tersebut.

Selain dengan Imam Samudra,saya juga mendapat kesempatan mewancarai Mukhlas dan Amrosi dengan waktu yang sama lamanya.Dan yang saya dapat tak jauh berbeda dengan yang saya dapat dari Imam.Keduanya juga mengaku yakin bahwa yang mereka lakukan benar.Kalaupun mereka harus mati,mereka yakin akan mati >syahid<.

Sementara,pembawaan Mukhlas sedikit berbeda dengan Imam Samudra.Nada bicara lebih kalem dan sangat agamis.Saat itu,kepada saya dia mengaku banyak kebahagian di penjara itu.Kebahagian itu menurutnya lebih dari kebahagiaan yang ia rasakan bertemu dengan istrinya di malam pertama."Alhamdulilah,saya sangat bahagia di sini.Makanya saya ceria.Kebahagiaan saya di sini melebihi saat bertemu istri di malam pertama.Kebahagiaan di sini adalah kebahagiaan >ruh< yang berhubungan dengan Allah. Sedang kebahagiaan saat bertemu istri adalah kebahagiaan jasmani,"ujarnya sambil mengelus jenggot di janggutnya yang mulai memutih.

Kebahagiaan >ruh< itu menurut Mukhlas terjadi karena selama di dalam penjara,dia bisa lebih banyak berkomunikasi dengan yang maha pencipta.Di penjara,lanjutnya,setiap hari dia bisa secara terus menerus membaca dan melafalkan ayat-ayat di kitab suci Al Qur'an dan bisa lebih khusuk menjalankan ibadah."Jadi,hakim telah membuat saya lebih bahagia dengan putusannya.Hakim salah telah memenjarakan kami,sebab kami malah merasa lebih bahagia.Di sini kami jarang mendengar ada pemurtadan terhadap Islam.Dan itu membuat kami bahagia," katanya.

Sedangkan Amrosi terlihat lebih pendiam dibanding kakaknya dan Imam Samudra.Dia juga lebih lucu dibanding Imam dan Mukhlas yang lebih banyak serius. Salah satu yang mengundang tawa ketika itu adalah ketika saya menanyakan permintaan terakhirnya jika nanti dieksekusi.”Apa ya.Kalau boleh saya minta keluar,saya ingin berjihad,”katanya datar sambil tersenyum.

Ditanya mengenai apa yang bakal ia lakukan terkait dengan hukuman mati yang mengarah padanya,Amrozi mengatakan tidak memikirkan itu.Setengah bercanda,dia mengatakan hal yang ia pikirkan terkadang malah tidak terjadi.”Saya nggak mau memikirkan itu,belum terpikirkan apa-apa.Yang jelas,di mana pun dan kapan pun saya ingin mati >syahid<.Tidak lebih.Saya juga mau kematian saya itu tidak dikenang.Tapi, terserah kalau ada yang mau ngenang,”ujar diiringi senyum lebar.

Selain kompak meyakini bahwa yang mereka lakukan benar,mereka juga kompak menolak mengajukan grasi.Mengajukan Grasi menurut mereka sama artinya dengan mengaku bersalah.Dan kalau melakukan itu sama artinya dengan mengakui hukum orang kafir.“Undang-undang di Indonesia kan peninggalan orang kafir,orang Belanda,”kata Mukhlas.

Hingga eksekusi tiba Minggu (10/11) dinihari lalu,dua kali saya mengunjungi terpidana mati bom Bali I itu.Kunjungan kedua saya lakukan 14 Mei 2008 lalu.Saat itu, fokus kunjungan saya adalah menemui Amrosi,sang pengantin baru karena dua hari sebelumnya dia menikahi lagi mantan istrinya.Saat itu. Amrosi mengaku beruntung. Dalihnya,dengan kondisinya yang serba terbatas secara fisik ternyata masih mampu menunaikan salah satu sunah nabi yaitu berpoligami.

Keberuntungan lain menurut Amrozi adalah kebersediaan mantan istri pertamanya untuk menerima dia yang terpenjara.Untuk lebih memberi kesan dalam pernikahan kedua yang ia wakilkan kepada Ali Fauzin,adiknya,Amrosi mengaku sengaja mewasiatkan agar mewakilinya mengucapkan ijab kabul dengan mengenakan baju doreng.“ Baju doreng itu adalah symbol keberanian mujahidin.Dan saya adalah mujahid. Jadi selain diwakili oleh adik saya, baju doreng itu juga merupakan simbolisasi kehadiran saya sebagai seorang mujahidin,” kata Amrozi.

Amrozi mengatakan pernikahan itu adalah kewajiban seperti halnya beribadah. Alasan lainnya, Amrozi ingin menuruti permintaan Hendra,anaknya.“Anak saya itu nakalnya bukan main.Dan setelah saya renungkan,ternyata anak saya nakal karena ayah dan ibunya berpisah.Makanya ketika dia meminta saya untuk menikahi ibunya yang saat itu kebetulan bercerai dengan suaminya,saya langsung bersedia.Tapi dari sekian alasan itu,yang paling utama adalah mengislahkan keluarga yang telah 20 tahun berpisah,” imbuhnya.

Saat itu,Amrosi juga berharap Hendra bakal mengikuti jejaknya menjadi mujahidin.Jihad adalah satu cara untuk menegakkan syariat Islam dan menggapai surga. Soal caranya,dia tidak mengharuskan anaknya menjadi martir pengeboman.Dia menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada anak-anaknya.Mungkin saja,kata dia,di saat mereka memutuskan menjadi mujahidin,ada cara baru untuk berjihad melawan bangsa kafir.

Sekarang,ketiganya telah berpulang.Saya mendapat kabar bahwa peluru telah ditembakan ke tubuh Amrosi Cs Minggu (09/11) pukul 00.22.Sebuah pesan singkat dikirimkan oleh oleh seorang teman saya dari sebuah satuan keamanan yang kebetulan bertugas di sekitar wilayah Cilacap.Isi pesan itu adalah ”Inalilahi wainailaihirojiun.Telah syahid 3 ikhwan syuhada kita Ali Imron (Mukhlas) ,Amrosi,dan Imam Samudra di Nusa Kambangan.Semoga arwah mereka ditempatkan Allah SWT sesuai dengan amal ibadahnya,”.Sesaat berikutnya,dia mengirim pesan kedua yang isinya kematian ketiga terpidana Bom Bali 1 itu telah positif.Eksekusi menurutnya terjadi pukul 00.15.

Saat itu juga,saya langsung tercenung.Saya teringat dengan pertemuan-pertemuan dengan mereka yang selalu dihiasai dengan kata >Mujahiddin<,>Jihad Fie Sabililah<, >Syahid<,dan >Syuhada<. Hati saya langsung bertanya apakah benar Imam Samudra melakukan perlawanan ketika senjata hendak ditembakkan kepadanya.Dan apakah benar malam itu yang datang menjemput arwah ketiganya adalah bidadari-bidadari surga. Hingga sekarang saya belum mendapat jawaban atas itu.

Yang pasti,malam itu saya menyempatkan diri untuk berdoa.Saya berharap ketiganya benar-benar menemui kesyahidan seperti yang mereka harapkan selama ini. Saya juga berharap mereka benar-benar disambut bidadari-bidadari surga seperti yang pernah mereka ucapkan kepada saya.Dan semoga mereka benar-benar menjadi syuhada seperti keyakinan mereka selama ini.

Satu point penting yang saya dapat dari pertemuan itu.Hal itu adalah sebuah hikmah akan kuatnya sebuah keyakinan.Mereka mengajari saya untuk meyakini sesuatu sekuat hati jika memang kita yakin bahwa yang kita yakini adalah benar.Selamat jalan Amrosi,Mukhlas dan Imam Samudra.Semoga kebaikan menantimu di kehidupan selanjutnya.

Wednesday, July 23, 2008

Tangan Ajaib dari Solo


Keterangan Foto : Idud tengah mengerjakan Goud Guiter pesanan Anto Hoed. Di depanya, contra bass pesanan Matez juga tengah masuk dalam tahap Finishing.

Tak banyak yang tahu bahwa banyak pemusik besar di
tanah air yang menggunakan alat musik produksi Solo.Tangan
"ajaib" yang menghasilkan beragam alat musik istimewa itu
adalah milik Dwi Nugroho alias Idud,32,.Bagaimana cerita
pemuda jebolan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (Sekarang ISI)
Solo itu? .

Rumah sederhana yang juga menjadi bengkel Sentana Art
di Jl.Dewi Sartika, Danusuman,Serengan,Solo,itu tampak
sepi.Pintu rumah itu terlihat terbuka.Namun, tak satupun
penghuninya yang terlihat.Yang ada hanya satu set sofa warna
hijau dan dua unit sepeda motor yang terparkir di ruang yang
sekaligus menjadi ruang tamu rumah itu.

Sekian menit setelah tombol bel tertekan,seorang pria bercelana kolor dan berkaus oblong datang menjelang.Senyum ramah terlihat mengembang di bibirnya. Dia langsung mengangguk dan mengiyakanya ketika saya menanyakan apakah Idud berada di di bengkelnya.Sesaat berikutnya,dia menghilang di balik pintu.Lalu muncul seorang pemuda berambut gondrong,bercelana hitam >gombrong<

Sambil manaiki tangga kayu,dia mengatakan,saya adalah satu-satunya wartawan yang ia izinkan melihat laboratorium musiknya."Ada dari TV swasta yang mau ngambil gambar.Tapi saya belum bersedia mas.Belum siap.Bengkel saya belum jadi.Masih berantakan.Malu saya.Baru njenengan lho yang saja ajak naik ke sini, "katanya kemudian.


Ruang di lantai dua itu begitu sederhana.Ukuranya tak seberapa besar. Sedikit terasa sempit karena banyak alat musik yang berjajar di ruang itu.Itu masih ditambah dengan setumpuk kaleng cat di sudut ruangan serta >binding< (alat untuk menahan lengkungan papan kayu seusai dipanaskan,Red)yang tergantung di hampir seluruh langit-langit ruangan. Beberapa di antara alat musik itu ada yang belum jadi.
Gitar aneh ini adalah pesanan Anto Hoed Potret yang akan digunakan untuk menggarap proyek musik ilustrasi film Laskar Pelangi karya Riri Reza.
Salah satunya adalah contra bass berukuran besar pesanan Matez,bassis yang sering bermusik bersama Indra Lesmana."Ini pesenan pak Matez.Belum selesai. Saya belum dapat konfirmasi lagi apakah >spare partnya<>

Sedetik kemudian,dia meraih sebuah gitar berbentuk aneh.Bagian punggung gitar yang cembung membuatnya mirip Gambus.Tapi itu bukan Gambus.Idud menyatakan alat musiknya yang baru masuk dalam tahapan finishing itu adalah >goud guitar<. "Ini pesenan mas Anto Hoed Potret,"katanya sambil menggosokkan selembar amplas di punggung gitar "aneh" itu.

Dia menambahkan,gitar pesanan suami Melly Guslaw itu merupakan satu di antara beberapa alat musik yang dipesan kepadanya.>Goud Gitar<>
Pesanan alat musik untuk sebuah proyek eksperimental menurut Idud bukan lah yang pertama kali ia terima.Sebelumnya,dia juga mendapat kepercayaan dari Rizaldi Siagian untuk menggarap beberapa alat musik yang akan digunakan untuk konser prestisius "Megalitichum Quantum" beberapa waktu lalu.Beberapa alat musik buatanya yang dimainkan oleh Dwiki Darmawan dan teman-temanya pada konser itu adalah beragam Perkusi,Gordang Tano,Gambus,Gitar dan Bass.

"Infonya konser itu mau dipertunjukkan lagi di Amerika.Tapi belum tahu kapan. Ada juga beberapa lata saya yang digunakan dalam Java Jazz Festival.Yang pesan pak Peter F Gonta,"imbuhnya.

Penggunaan alat musik buatanya dalam konser itu diakui Idud mendatangkan kepuasan.Tapi,itu bukanlah yang paling fenomenal dalam kariernya.Yang paling istimewa menurutnya adalah ketika diminta membuat duplikat biola milik WR Supratman (komponis lagu Kebangsaan Indonesia Raya).Proses pemesanan biola yang kini dipamerkan di museum Sumpah Pemuda Jakarta itu sendiri menurutnya terbilang unik dan mengejutkan.

Awalnya,dia didatangi serombongan orang.Kala itu,mereka hanya mengaku mengetahui namanya dari komunitas musik di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Mereka datang dan hanya menanyakan pengetahuanya perihal biola.Mulai dari bahan hingga suara yang dihasilkan.Hal itu terjadi selama beberapa hari berturut-turut."Saat itu mereka juga nggak asal usulnya.Tapi karena mereka tamu,ya saya layani baik-baik,"lanjut Idud.

Memasuki hari ke tujuh,mereka datang lagi dengan jumlah yang lebih banyak.Mereka datang dengan membawa bungkusan kardus besar.Di antara mereka terdapat empat orang berbadan tegap dan berambut cepak dengan stelan safari di tubuhnya.Mereka terlihat "mengepung" kardus itu.Beberapa saat berikutnya,salah satu orang itu membuka kardus tersebut.

Ternyata,tidak hanya selapis kardus.Tapi ada banyak lapisan pembungkus. Dan setelah terbuka,munculah sebuah biola tua dengan kondisi memprihatinkan. Bahkan,menurut Idud,kondisinya sudah jelas tak mungkin bisa dimainkan dengan sempurna.Namun,Idud mengaku tahu itu adalah biola langka yang mungkin usianya sudah seratusan tahun.Salah seorang lainnya langsung mengatakan itu adalah biola milik WR Supratman.

Idud pun mengaku lemas dalam kebanggaan karena bisa secara langsung menyentuh biola bersejarah itu.Saat itu ,dia juga memberanikan diri untuk memegang serta mencoba menyetel biola itu."Suaranya ternyata masih bagus.Dan setelah itu,saya semakin lemes setelah mereka meminta saya untuk membuatkan duplikatnya.Bahan dan kualitasnya pun harus nyaris sama,"katanya.

Tantangan mengejutkan itu pun dijawab Idud dengan perjuangan.Kayu bahan biola itu ia datangkan dari sebuah negara di Eropa.Dan,setelah beberapa waktu lamanya,pesanan itu selesai."Ya lalu diambil.Dan sekarang dipajang di museum Sumpah Pemuda di Jakarta.Ada sertifikatnya.Kalau soal nominalnya,saya sudah teken kontrak untuk tidak memberitahukanya," kata Idud tersenyum.

Order biola yang juga meninggalkan kesan baginya adalah yang datang dari seorang warga Yaman.Selain dihargai Rp 12 juta per unitnya,Idud mengaku mendapat hadiah istimewa.Hadiah itu berupa sebuah motor besar yang kini ada di rumahnya.Selain itu,pria tersebut sekarang menjadi salah satu >chanel<>

Idud mengaku,selain skill,kayu bahan baku adalah keistimewaan lain alat musik ciptaannya. Kayu itu adalah kayu pilihan.Dan yang paling sering,ketika memesan alat musik,pemusik sekelas Inisisri,Sawung Jabo,Matez dan Wong Akshan selalu menunjuk bahan bakunya.Biasaya,kata Idud, mereka minta dibuatkan alat musik berbahan kayu jenis >tiger graind<>

"Makanya butuh waktu lama.Karena kayunya harus pesan dulu.Saya nggak mau pakai kayu lapis.Kualitas adalah yang terpenting bagi saya.Di Indonesia,kayu yang kualitasnya mendekati kayu itu adalah cendana >lanang<>sana keling<. Tapi pemusik Indonesia pasti minta yang dari luar negeri.Kebalikanya,kalau ada pesanan dari luar negeri,mereka pasti minta bahanya kayu candana,sana keling dan mahoni,"imbuhnya.

Lantas,berapa Idud menghargai hasil karyanya yang kini berada di tangan pemusik kondang tersebut?.Sambil tersenyum, dia mengatakan tak pernah menyebut angka kepada pemesannya.Dia sengaja membiarkan orang yang menerima alat musik ciptaanya untuk menentukan harga berdasarkan kualitas yang mereka terima

Melihat alat musiknya dimainkan oleh pemusik besar menurut Idud adalah kepuasan yang menurutnya lebih mahal dari harga semua bahan baku yang ia habiskan."Yang pasti,belum pernah ada alat musik ciptaan saya yang dikembalikan.Dan saya juga belum pernah tombok," tegasnya.

Kondangnya nama Idud dikalangan pemusik di Jakarta itu memiliki sejarah panjang dan berliku.Idud mengaku memiliki keahlian membuat alat musik itu secara turun temurun dari eyang buyutnya yang belajar membuat alat musik di Belanda.Soal koneksinya,dia mengakui itu terjadi karena peran Rahayu Supanggah dan I Wayan Sadra,dua penata musik sekaligus guru besar di ISI Solo.Dari mereka lah Idud berkenalan dengan Idris Sardi dan pemusik-pemusik besar lainnya."Lalu datanglah pesanan-pesanan itu.Ini katanya Piyu Padi juga mau ke sini api belum jadi,"katanya.

Kualitas alat musik buatan Idud, diakui oleh Sawung Jabo beberapa hari lalu.Dalam pertunjukkannya di Solo,di atas pentas dia terang-terangan menyebut gitar yang ia gunakan adalah buatan Idud.Dia memuji hasil karya Idud tersebut." Saya mau promosi ni.Ini gitar buatan cah Solo.Lulusan STSI yang kreatif.Makasih ya Dud,>aku<>

Wednesday, March 12, 2008

Perbincanganku dengan istri yang suaminya dituding teroris di Malaysia


Hanifah dan Aisyah Hana, istri dan anak Adi Utomo yang ditahan pemerintah Malaysia tanpa sidang sejak lima tahun lalu.


Istri mana pun pasti berduka jika suaminya dipenjara.Terlebih lagi jika itu terjadi tanpa sekelumitpun penjelasan.Hanifah,adalah salah satunya.Sejak lima tahun lalu,Adi Utomo,suaminya ditangkap polisi Diraja Malaysia.Bagaimana keluh kesahnya ?
========================================================================================
Hujan deras disertai kilat petir dan angin ribut mengiringi kedatangan Hanifah di Gedung Umat Islam Kartopuran ,Serengan, Solo. Dengan menggendong Aisyah Hana Husaidah,3,5, putri semata wayangnya,Hanifah datang bersama Ny. Bariyah,mertua sekaligus ibu kandung Adi Utomo. Ny. Bariyah datang dari Bauresan,Giritirto,Wonogiri. Sedang Hanifah berangkat dari rumahnya Takeran, Magetan,Jawa Timur.

Rombongan kecil ini langsung naik ke lantai dua gedung tersebut.Tampak beberapa titik air membasahi kain >burkha< yang membalut tubuh Hanifah.Percikan air hujan juga terlihat di pakaian yang dikenakan Ny. Bariyah dan Aisyah Hanna.“Silahkan duduk di sini,”ujar Khalid Syaifullah,direktur eksekutif Front Perlawanan Penculikan (FPP) sambil menunjuk deretan kursi plastik di sudut ruangan lantai dua gedung tersebut.

Khalid menjelaskan,kedatangan Hanifah tersebut dalam rangka mencari penjelasan atas nasib suaminya ke Jakarta.Menurutnya,rombongan Hanifah adalah satu dari tujuh keluarga yang hendak ke Jakarta untuk menemui menteri luar negeri dan legislator di DPR-RI. Semuanya memiliki masalah yang sama yakni ada anggota keluarga mereka yang ditangkap polisi Malaysia tanpa penjelasan sejak beberapa tahun lalu.Beberapa dari tangkapan itu kemudian dideportasi ke Philipina “Lebih jelasnya,silahkan tanya langsung pada yang bersangkutan,”ujar Khalid.

Hanifah mengatakan,pada awalnya,Adi Utomo pamit hendak bekerja ke luar pulau Jawa. Sebelumnya,kata Hanifah,dia dan suaminya membantu Ny.Bariyah berdagang di pasar Kota Wonogiri.”Pamit pergi Juni tahun 2003. Katanya mau berdagang di luar pulau Jawa bersama temanya. Saat itu saya mengandung enam bulan,” katanya.

Hingga hampir setahun berikutnya, Adi Utomo tak memberi kabar apa pun. Baru pada bulan Februari 2004, Adi mengirim sepucuk surat kepadanya.Bukan kabar baik yang tertulis di surat itu.Tapi,yang ada adalah kabar mengejutkan.Ssuaminya mengabarkan ditangkap polisi Malaysia.Adi juga mengatakan sedang ditahan di penjara Sabah dengan tudingan bermasalah dengan izin tinggalnya di Malaysia.

Kabar mengejutkan itu terang saja membuat Hanifah dan mertuanya terkejut.Namun,dia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menunggu kabar berikutnya dari Adi Utomo. Dalam proses menunggu kabar itu,Hanifah memilih kembali ke rumah orang tuanya di Takeran, Magetan, Jawa Timur. “ Saya pulang ke Magetan,” katanya sambil membetulkan posisi Aisyah Hana yang tertidur di pangkuanya.

Dua bulan berikutnya, Adi kembali mengirim surat. Surat ini pun kabar yang menggembirakan.Tapi, kabar yang datang tetap kabar tak mengenakkan. Kali ini,Adi Utomo mengatakan penahanannya dipindahkan ke penjara di Perak, Malaysia.” Semua surat yang saya terima adalah surat pribadi yang ditulis suami saya dari penjara . Hingga sekarang pun belum ada surat pemberitahuan dari Departemen Luar Negeri maupun surat dari pemerintah Malaysia yang menerangkan suami saya,” katanya.

Tidak hanya soal pemindahan tempat penahanan. Tapi dalam surat kedua itu , Adi Utomo juga memberitahukan bahwa dirinya ditahan dengan jeratan hukum yang oleh pemerintah Malaysia dituangkan dalam Internal Security Act (ISA). Bahasa umunya, Adi Utomo oleh pemerintah Malaysia dituding terlibat perencanaan aksi terorisme.“Hingga bulan ini , sudah empat tahun suami saya ditahan tanpa persidangan di Malaysia. Dan belum ada kepedulian dari pemerintah Indonesia ,” lanjut Hanifah kemudian.

Hanifah mengaku terus dihinggapi kesedihan dan kegelisahan.Sebab , suaminya dicap sebagai teroris. Kesedihan itu semakin berasa ketika Aisyah Hana, anaknya yang sekarang berumur lebih dari 3,5 tahun, menanyakan ayahnya. “Sekarang dia sudah bisa menanyakan di mana ayahnya.Sering dia melakukan itu. Dan saya hanya bisa menjawab ayahnya sedang belajar,” lanjut Hanifah pelan.

Disinggung mengenai kehidupannya kini,Hanifah mengatakan bekerja serabutan di Magetan. Kadang dia menjadi buruh,menjahit,dan kadang dia menjadi pengepul buah di kampungnya. “ Saya harus bertahan hingga ada kejelasan mengenai suami saya. Saya berharap semua ini segera selesai. Dan suami saya bisa berkumpul kembali dengan saya. Saya tidak percaya suami saya terlibat terorisme. Selama ini , saya hanya bisa berkomunikasi denganya melalui surat. Dia pernah beberapa kali telepon. Katanya dipinjami polisi, ” tandasnya.

Senada dengan Hanifah,Ny. Bariyah pun mengaku mengalami kesedihan terkait nasib anaknya itu.Dia mengaku,sejak Adi Utomo ditahan , dia mengaku beberapa kali menerima telepon. Dalam telepon itu, Adi mengatakan kondisinya baik-baik saja. Adi juga meminta ibunya tidak terlalu memikirkan kondisinya. “ Dia itu anaknya humoris. Jadi pas telepon dia lebih banyak bercanda. Katanya dia nggak terlibat teroris.Itu hanya tuduhan polisi di sana. Dan saya percaya anak saya,” katanya.

Selain itu , dia berharap pemerintah mau terlibat untuk mengurusi anaknya. Dengan keterlibatan pemerintah , dia yakin anaknya bisa segera pulang ke Indonesia. “ Dan kami bisa berkumpul lagi. Saya sedih bila memikirkan ini. Saya nggak percaya anak saya teroris. Anak saya itu anak baik. Makanya , ketika ditawari untuk ke Jakarta guna menemui orang di Departemen Luar Negeri, saya langsung mau ikut. Sekalian mendampingi anak menantu saya,” katanya.

Sesaat sebelum kedatangan rombongan Hanifah , rombongan keluarga Abdulah Zaini, asal Trembus, Rembang, Jawa Tengah, juga tiba di gedung Umat Islam Kartopuran.Sama seperti Adi Utomo, Zaini juga ditangkap oleh polisi Malaysia dengan tudingan pelanggarana izin tinggal. Tapi, jeratan itu kemudian berkembang menjadi tudingan terorisme. Malaysia dengan ISA nya pun kemudian memperpanjang penahanan Zaini tanpa proses persidangan. Bahkan kemudian , entah bagaimana ceritanya, Zaini dideportasi ke Philipina.

Yasriah , adik kandung Zaini menuturkan, kakaknya tersebut berangkat ke Malaysia sekitar tahun 2001.Zaini pamit hendak belajar di salah satu perguruan tinggi di sana.Tapi,tiga tahun kemudian,sekitar awal tahun 2004, Zaini mengirim surat ke keluarganya.Dalam surat yang ia tulis dari penjara itu, dia mengatakan ditangkap polisi.“Katanya penyalahgunaan izin imigrasi.Tapi kemudian dituduh terlibat teroris.Malah kemudian kakak saya dipindah ke Philipina.Selama ini,tidak ada pemberitahuan dari pemerintah sini atau pemerintah Malaysia,” kata Yasriah terisak.

Sementara itu,menurut data di FPP, selain Adi Utomo dan Abdulah Zaini , saat ini terdapat sedikitnya enam orang lainnya yang sama-sama ditangkap di Malayisa dengan tudingan awal penyalahgunaan izin tingal. Namun , tudingan itu berubah menjadi sangkaan terlibat aksi terorisme. Mereka adalah Syaifullah Ibrahim- asal Batang, Jawa Tengah-- Ahmad Faisol—asal Ngawi--, Syaifudin, Didi Rusdian,M Nasir,Mahmud S –empat nama terakhir alamatnya tidak terdapat di data FPP--. “ Tapi mereka kini ada di penjara Philipina .Hanya Adi Utomo yang di penjara Malaysia,” ujar Khalid Syaefullah.

Dia menambahkan,data-data tersebut hanyalah yang muncul di permukaan. Khalid menyakini , masih ada puluhan warga Indonesia yang ditahan di luar negeri. “ Selain mereka di Philipian terdapat tiga orang lagi. Namanya masih kami lacak. Ada juga di Pakistan dan Afganistan. Karena itu , kami berharap ini menjadi perhatian pemerintah. Karena bagaimanapun mereka adalah warga Indonesia. Jadi sudah sewajarnya kalau pemerintah terlibat. Tapi ini , pemerintah sama sekali tidak >cawe-cawe<, “ tegas Khalid.

Terkait harapanya ke pemerintah itu, FPP bersama Tim Pengacara Muslim (TPM) Jawa Tengah dan TPM Pusat sepakat untuk mengkonfirmasikan kondisi para tahanan di luar negeri itu kepada Departemen Luar Negeri. Sebagai penguat,FPP sengaja mengajak keluarga korban untuk menanyakan kerabatnya yang ditahan di luar negeri itu kepada pemerintah. “Rencananya juga akan menemui anggota DPR-RI. Malam ini kami berangkat ke Jakarta bersama tujuh keluarga,” tandas Khalid. (*)

Sunday, February 10, 2008

salut for the trio

Sejauh yang saya dapat, mereka bertiga adalah orang-orang yang hebat denga keyakinan mereka.Saya tidak berbicara mengenai apa yang telah mereka lakukan dengan bom-bomnya.Saya lebih tertarik untuk berbicara mengenai kuatnya keyakinan yang ada di hatio mereka.

Seharusnya , dalam hal keyakinan , kita harus banyak berkaca pada mereka.Keyakinan mereka begitu kuat dan tidak goyah meski peluru telah menanti.Dan saya nggak tahu ada berapa banyak orang di dunia ini yang memiliki kekuatan akan keyakinan seperti yang mereka miliki. salut .

satu hal yang ingin saya tegaskan di "rumah" saya ini, saya sama sekali tidak setuju dengan apa yang mereka sebut jihad dengan membunuh orang - orang yang belum tentu bersalah. Sekali lagi , ungkapan hati ini saya ini adalah berkaitan dengan kekuatan sebuah keyakinan. Kekuatan akan keyakinan yang diyakini oleh ketiga terpidana mati ini . Saya mohon maaf jika ada yang tidak sepaham dengan saya . dan itu sangat manusiawi .

Sunday, January 27, 2008

Malam Mimpi Bertemu Anjing atau Monyet, Pagi Bertemu Polisi Atau Petugas Pengadilan



Lima jam di Nusakambangan ,Bertemu Trio Bom Bali I (4)
Malam Mimpi Ketemu Anjing Atau Monyet , Pagi Ketemu Polisi atau Hakim

Di antara ketiga terpidana mati kasus bom Bali I, Imam Samudra adalah terpidana yang paling lantang bersuara.Tak ada keraguan yang tertangkap di antara kata-katanya soal bom bali maupun soal masalah hukum yang menimpanya. Bagaimana ceritanya ?
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Sama seperti Mukhlas, Imam Samudra menemui saya dengan balutan baju koko putih serta celana panang putih.Rambut gondrong sebahu miliknya pun tertutup kain yang telah dijalin sedemikian rupa hingga menyerupai kopiah . Bedanya , kain yang menutupi rambut berombak itu berwarna hitam. Perawakannya yang kecil juga menjadi satu kesamaan yang lain antara Imam Samudra dan Mukhlas.

Bedanya, wajah dan kulit Imam Samudra terlihat lebih bersih dari Mukhlas. Perbedaaan lainnya terdapat di jenggot serta kumisnya. Kumis dan jenggot Imam terlihat masih utuh menghitam.Sedang milik Mukhlas sudah dihiasi uban. Tidak hanya itu,cara berbicara antara kedua terpidana mati itu pun berbeda jauh .

Nada bicara Mukhlas terdengar lebih rendah . Sedang nada bicara Imam Samudra terdengar meledak-ledak dan lebih terkonsep. Kata-kata yang keluar dari mulut Imam Samudra lebih fokus dan terkadang menohok.Bahkan , sesekali ucapanya terdengar >thok lek< tanpa tedeng aling-aling.

Salah satu ucapan Imam Samudra yang menohok dan tanpa tedeng aling-aling adalah yang keluar ketika wawancara hendak dimulai. Saat itu , selain wartawan di dalam ruangan Kabid Administrasi dan Kamtib LP Batu Nusakambangan,Mudianto,terdapat dua pria bertubuh tegap. Keduanya sudah berada di ruang itu sejak Imam masuk sambil mengucap salam.

Rambut salah satu pria itu gondrong dan dikuncir ke belakang.Sedang yang lainnya menutupi rambut berubanya dengan topi.Sesaat setelah masuk, Imam Samudra membuat kedua pria itu salah tingkah. Hanya beberapa detik setelah duduk di kursi , Mata Imam Samudra terlihat tajam menatap keduanya secara bergantian. Pria dengan rambut terkuncir yang duduk di kursi mencoba beradu pandang dengan terpidana mati di depannya. Tapi itu hanya berlangsung beberapa detik saja . Selanjutnya , dia membuang pandangannya ke sudut lain di ruang itu.

Tiba-tiba saja , sambil terus menatap pria berkuncir , Imam menanyakan asal usul mereka. Keduanya tidak langsung menjawab. Namun kemudian , Imam menyambung kata-katanya dengan kata-kata “Anda berdua dari Polres kan, anda juga kan ?,” sambil terus memandangi kedua pria tersebut secara bergantian.

Merasa ketahuan,dua pria berkaos itu mengaku bahwa mereka adalah polisi.Mau tahu apa kata Imam selanjutnya ?.“Anda-anda nggak mungkin bisa bohongi saya. Saya telah empat kali mengalami mimpi bertemu anjing dan monyet. Dan setiap pagi setelah saya bermimpi , kalau nggak ketemu dengan polisi pasti saya ketemu dengan orang pengadilan . Saya nggak bohong . Saya hanya >ngasih tahu<,” katanya.



Dua polisi yang ketahuan itu pun terlihat tercekat dengan ucapan Imam Samudra. Seandainya yang mengucapkan kata itu bukan seorang Imam Samudra, bisa jadi mereka bakal naik pitam.Tapi,siang itu, keduanya terlihat “ tak berdaya” di hadapan Imam Samudra. Keduanya pun kemudian tersenyum kecut sambil membuang mukanya. Tampak rona kemerahan muncul di wajah kedua pria itu.

Usai “ mengerjai” dua polisi itu , Imam lagsung mengalihkan tema kepada wartawan.Kali ini dia malah membuka wawancara pertanyaan.Dia menanyakan untuk apa keperluan wawancara itu.Setelah mengetahui wawancara itu untuk mencari pengakuannya tentang bom bali , Imam pun kemudian bersedia bercerita. “ Tapi saya nggak mau ucapan saya dipotong dan diplintir seperti beberapa waktu lalu. Saya mau apa adanya ya,” ujarnya sambil tersenyum.

Dia mengatakan, apa yang ia lakukan itu adalah sebuah perjuangan. Menurutnya , aksi itu adalah jihad.Aksi itu dimaksudkan untuk menunjukkan kepada bangsa Irak, Afganistan dan bangsa Isalm lainya bahwa mereka punya teman yang peduli. Cara menunjukkan kepedulian itu adalah dengan mengobarkan semangat jihad fisabililah. “ Sasaran utama aksi saya itu adalah bangsa kafir,” ujarnya.

Kalaupun ada korban kaum Muslim di bom Bali, Imam mengatakan itu di luar kesengajaan. Meski demikian , dia menolak dikatakan Bom Bali itu tidak sesuai rencana. Menurutnya, ledakan itu sudah sesuai dengan skenario, hanya saja terjadi sedikit >error< sehingga timbul korban dari kaum Muslim.” Kalau memang mereka di sana dalam keadaan bekerja , insyaalah mereka mati syahid. Saya sudah membayar itu dengan puasa kifarat. Dan saya yakin , cepat atau lambat , keluarga korban akan mendukung kami,” tambahnya.


Imam mengaku,mati syahid adalah cita-citanya sejak umur 17 tahun. Malah , pada saat itu dirinya berharap sudah menjadi syuhada di umur 25 tahun . “ Tapi sampai sekarang malah masih hidup. Malah pada umur 25 saya menikah . Itu terjadi 3 tahun setelah saya pulang dari Afganistan,” ujarnya.

Impian mati syahid itu menurutnya akan tercapai jika nanti dirinya dieksekusi mati. Menurutnya , eksekusi itu akan membuatnya masuk ke surga dan bertemu dengan bidadari-bidadari yang kini telah menunggunya.“Dan isnyaallah,yang mengeksekusi saya nanti tidak akan tenang hidupnya.Kalau tidak dirinya sendiri, maka keluarganya akan mengalami celaka. Bisa saja dia mengalami kecelakaan,'” imbuhnya.

Selain mengaku siap mati,Imam Samudra juga menjanjikan sebuah perlawanan jika hari eksekusinya tiba. Dia menyatakan tidak akan menyerah begitu saja di hadapan regu tembak. Dia tidak mau disamakan dengan kambong congek yang hanya diam ketika digelandang.“Saya ngak mau seperti kambing congek. Saya tidak akan diam begitu saja ketika diborgol atau ketika di hadapan regu tembak. Saya akan melawan semampu saya,” katanya.

Soal bentuk perlawanan yang ia janjikan, Imam mengaku akan melakukan apa saja yang ia bisa. Dia mencontohkan, kalau tanganya masih bisa dipakai melawan , dirinya akan menggunakan tanganya. Seandainya tidak bisa , dia akan menggunakan kaki atau bagian tubuh yang lainnya untuk melawan regu tembak. Dan kalau memang semuanya tidak bisa dilakukan , minimal dia akan melakukan perlawanan dengan hatinya. “ Allahuakbar,” ucapnya kemudian.

Baginya, kematiannya karena berjihad bukanlah apa-apa. Sebab, jihad fisabilillah tetap akan menyala meski dirinya mati. Imam menyebut dirinya hanyalah setitik debu di antara jutaaan mujahidin di seluruh dunia yang saat ini masih berjuang di jalan Allah. Dan yang pasti , saya dia , jihad yang telah dilakukan oleh mujahid-mujahid tersebut adalah demi membela muslim dari ketertindasan.

“ Dan siapa pun yang menyakiti Muslim pasti akan dihukum oleh Allah. Makanya bagi para polisi yang ada di sini , saya pesan jangan sakiti umat Muslim . Sebab Allah pasti akan menjatuhkan hukuman . Yang menyakiti Muslim pasti tidak akan tenang hidunya.Jadi , kepada polisi , saya pesan jangan mau kalau disuruh menangani para Mujahidin. Kalau mau, saya sumpah hidup anda tidak akan tenang. Kalau ngurusi rampok boleh. Lakukan itu bersama doa saya , “ tandasnya sambil melihat kearah dua polisi di ruang tersebut.

Disinggung mengenai permohonan grasi , sama seperti Mukhlas , Imam juga dengan tegas menolaknya. Menurut dia , dengan mengajukan grasi , itu sama artinya dengan mengaku salah dan meminta pengampunan. Dan kalau mengajukan grasi , kata dia , itu sama artinya dengan mengaku hukum orang kafir. “ Undang-undang di Indonesia kan peninggalan orang kafir, orang Belanda,” imbuhnya.


Sementara , soal keinginannya yang belum terpenuhi, Imam mengatakan satu-satunya keinginan di hatinya adalah menambah daftar orang kafir yang ia bunuh . “ Saya ingin membunuh orang kafir lebih banyak. Dan saya ingin syahid di sana,” tandasnya.

Sebenarnya , masih banyak yang ingin diungkapkan Imam samudra dalam pertemuan itu . Namun , waktu yang terbatas membuat wawancara harus diakhiri. Selanjutnya , bersama Achmad Michdan dan Mukhlas , Imam Samudra turun dan kembali ke ruang pertemuan di lantai dasar LP Batu Nusakambangan. Di ruang itu, saya menyempatkan bertemu dengan Amrozi lagi . Dan sambil menikmati nasi bungkus , Amrozi pun memulai ceritanya.

Saturday, January 26, 2008

Mukhlas Merasa Lebih Bahagia Dibanding Saat bertemu Istri di Malam Pertama. Minta Dirinya Dihukum Pancung Saja


Mukhlas alias Ali Gufron,kakak kandung Amrozi, adalah narapidana mati kasus Bom Bali I yang saya temui sebelum Imam Amrozi dan Imam Samudra.Banyak cerita menarik yang didapat darinya.
=========================================================================================
Setelan baju gamis putih dan celana putih membalut tubuh mungil Mukhlas.Selembar >Khafiyeh< menutup kepalanya.Kain itu telah dijalin sedemikian rupa hingga menyerupai kopiah. Wajah pria tersebut terlihat tenang. Mulutnya sesekali menyunggingkan senyum.Nyaris tak terlihat bahwa dia adalah orang yang hidupnya telah dibatasi oleh sebuah putusan hukuman mati dari pengadilan. Dan sewaktu-waktu,regu tembak bisa saja menghabisinya.

Di ruang Kabid Administrasi dan Kamtib LP Batu, Mudianto,Mukhlas memulai wawancara dengan membacakan doa. Menurutnya,doa itu diperlukan agar wawancara yang terjadi mendapat berkah dan manfaat bagi kaum muslim di dunia, terutama untuk mujahidin-mujahidin yang saat ini masih melaksanakan jihadnya."Semoga apa yang kita lakukan hari mendapat ridho dan barokah dari Allah," ujarnya.

Selepas doa bersama itu, Mukhlas langsung bicara mengenai apa yang ia alami di dalam LP Batu selama dua tahun terakhir. Menurutnya,banyak kebahagian yang ia dapat di penjara itu. Kebahagian itu lebih dari kebahagiaan yang ia temui ketika masih berada di luar penjara.Bahkan,dia mengaku kebahagian yang ia capai di dalam penjara melebihi perasaan bahagia ketika ia bertemu dengan istrinya di malam pertama.

"Alhamdulilah,saya sangat bahagia di sini. Makanya saya ceria.Kebahagiaan saya di sini melebihi saat bertemu istri di malam pertama.Kebahagiaan di sini adalah kebahagiaan >ruh< yang berhubungan dengan Allah. Sedang kebahagiaan saat bertemu istri adalah kebahagiaan jasmani," ujarnya sambil mengelus jenggot di janggutnya yang mulai memutih.

Kebahagiaan >ruh< itu menurut Mukhlas terjadi karena selama di dalam penjara,dia bisa lebih banyak berkomunikasi dengan yang maha pencipta.Di penjara,lanjutnya,setiap hari dia bisa secara terus menerus membaca dan melafalkan ayat-ayat di kitab suci Al Qur'an. Dengan kesempatan yang lebih banyak itu,Mukhlas mengaku telah beberapa kali >katam< membaca Al Qur'an . Terus menerus membaca Al Qur'an menurutnya diperlukan hafalan yang telah ia capai. Setiap harinya,Mukhlas mengaku menargetkan membaca beberapa >juz<. Menurut dia,menjaga hafalan lebih sulit daripada menghafalnya.



" Di sini , saya bisa lebih khusuk beribadah.Kalau di rumah,baru mulai membaca Al Qur'an terkadang ada gangguan.
Ya dipangil istri atau dipanggil anak.Di sini,saya bisa lebih konsentrasi karena setiap hari saya selalu berada di dalam sel seorang diri. Tidak ada temannya," ujarnya disambung senyum.

Menurutnya, ada dua ibadah utama yang saya lakukan di sini.Yang pertam adalah ibadah umum dan yang kedua adalah ibadah >khos<.Ibadah umum adalah semua yang berkaitan dengan duniawi.Sedang ibadah >khos< adalah ibadah yang berhubungan dengan Allah seperti shalat lima waktu."Jadi,hakim telah membuat saya lebih bahagia dengan putusannya.Hakim salah telah memenjarakan kami,sebab kami malah merasa lebih bahagia.Di sini kami jarang mendengar ada pemurtadan terhadap Islam.Dan itu membuat kami bahagia," katanya.

Selain beribadah,Mukhlas mengaku mengisi hari-harinya di dalam penjara dengan membaca serta meringkas buku.Dia mengatakan,selama dua tahun di penjara,dia telah mengabiskan puluhan pack ballpoint serta puluhan buku tulis untuk meringkas. Selain buku ilmu pengetahuan Islam,dia juga menyampatkan diri mengaku membaca buku-buku hukum di Indonesia dan dunia. Bahkan,saat wawancara kemarin,dia membawa serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dia juga mengaku memiliki koleksi buku yang beragam.

Sedang soal kunjungan keluarga ke LP Batu , Mukhlas mengaku istri dan anaknya hanya setahun sekali datang.Dia mengaku maklum dengan kondisi itu.Sebab,istri dan anaknya tinggal di Malaysia.Namun, keluarganya di Lamongan lebih sering datang."Alhamdulilah saya juga dapat kunjungan keluarga.Terutama dari Lamongan.Kalau anak istri saya setahun sekali.Mereka kan tinggal di Malaysia.Yang sering datang ke sini dari Lamongan," jelasnya.

Ditanya mengenai kemungkinan mengajukan grasi ke presiden,Mukhlas terang-terangan menolak hal itu.Menurutnya,jika dia mengajukan grasi,itu sama artinya dengan pengakuan bersalah atas apa yang ia lakukan.Selain itu,dengan mengajukan grasi,sama artinya dengan pengakuan atas persidangan yang menurutnya melanggar hukum Islam. Dengan tegas Mukhlas menyatakan persidangan atas dirinya dan para mujahidin adalah persidangan setan. Indikasinya adalah keberadaan hakim dan jaksa yang kebanyakan non muslim."Hukum saya adalah hukum Islam.Dan saya tidak mengakui hukum yang menjadi dasar penghakiman kami. Pengadilan yang mengadili kami adalah pengadilan setan," katanya.

Penolakan tas dasar hukum itu menurut Mukhlas juga ia >ejawantahkan< saat dirinya menolak menerima salinan putusan Peninjauan Kembali (PK) beberapa waktu lalu.Ketika itu,kata dia,beberapa petugas pengadilan datang untuk menyerahkan putusan PK kepada dirinya serta dua terpidana mati lainnya.Namun,ketiganya menolak menerima. Mereka meminta petugas itu menyerahkan putusan itu kepada kuasa hukum mereka , Tim Pengacara Muslim (TPM).

"Sebenarnya simpel saja.Kami sejak awal sudah menyerahkan perkara ini kepada TPM, jadi mereka bisa menyerahkan putusan itu kepada kuasa hukum kami. Bukan malah bersusah-susah mendatangi kami di sini . Lagi pula,kami pasti menolaknya. Karena kalau kami menerima itu,berarti kami berdosa. Kami berdosa telah mengakui hukum yang bukan hukum Islam,"katanya. Lebih lanjut dia mengaku mengatakan KUHP yang selama ini menjadi dasar penindakan perkara di Indonesia suatu saat akan masuk ke tong sampah . Peristiwa itu akan terjadi saat Islam meraih kemenangan nantinya.

Dia menambahkan,apa yang ia lakukan hingga harus berujung dengan penjara itu adalah perjuangan melawan pemurtadan dan penindasan terhadap Islam.Dan hingga sekarang menurutnya belum ada satu alasan pun yang dapat digunakan untuk menyalahkan aksi pengeboman itu.Aksi itu dilakukan semata-mata atas nama jihad melawan kemusyrikan dan kemungkaran. Dan jihad itu berada di di jalan Allah." Saya berjuang demi Islam. Saya berjihad melawan kemusyrikan di jalan Allah. Dan itu benar menurut saya,"lanjutnya.

Karena meyakini dirinya berjuang atas nama Islam itulah,Mukhlas menyatakan ingin dihukum dengan dasar hukum Islam.Kalau pun harus menghadapi hukuman mati,dia ingin menikmati itu dengan hukuman pancung, hukuman yang sesuai dengan syariat Islam.Selain ingin mati di jalan yang ia yakini,Mukhlas juga ingin menunjukkan kepada mujahidin bahwa dirinya tidak takut menghadapi kematian.Dengan itu,dia berharap semangat para mujahid terus berkobar.Sehingga mereka terus berjihad di jalan Allah untuk mencari syahid.

Soal kemungkinan permintaan hukuman pancung atas dirinya tidak dikabulkan karena Indonesia bukan negara penganut hukum Islam,Mukhlas mengaku tidak merisaukannya.Yang penting,kata dia,dia sudah mencoba meminta hukuman pancung atas dirinya."Yang penting saya sudah melakukannya.Disetujui atau tidak,itu urusan mereka," tandasnya datar.Dan,sesaat berikutnya, waktu pertemuan pun usai.Selanjutnya, Imam Samudra >lah< yang bakal bercerita. Mau tahu ?

Aku Tiba Di Pulau Nusakambangan


Pulau Nusakambangan memiliki panjang 60 kilometer dan luas 4 kilometer.Hampir 90 persen dari pulau itu adalah hutan belantara. Hanya sedikit denyut kehidupan manusia di pulau tersebut.Kehidupan hanya ada di sekitar jalan sempit nan terjal yang membentang dari Dermaga Sodong hingga Pantai Pasir Putih di ujung selatan Nusakambangan.
=========================================================================================

Sesaat setelah kapal Ferry Pengayoman II bersandar di dermaga Sodong -- yang merupakan satu-satunya pintu masuk resmi ke pulau Nusakambangan--, perjalanan darat menuju LP Kelas I Batu yang berada jantung pulau berhutan lebat itu dimulai.Mobil patroli polisi yang penuh sesaak dengan petugas baik berseragam ataupun tidak menjadi pemimpin perjalanan ini. Pintu belakang mobil petugas itu tampak sengaja dibuka.Empat polisi berpakaian preman yang berada di dalamnya terlihat terus mengawasi mobil-mobil pengunjung di belakangnya.

Enam mobil pengunjung dan satu mobil polisi itu terus bergerak pelan merayapi jalanan berdebu di bibir pulau yang dikhususkan sebagai tempat tinggal narapidan kelas berat itu.Jalanan itu langsung berbatasan dengan pantai di sisi kanannya. Sedang di sisi kiri, terlihat tebing gunung berhutan lebat. Sesekali,hamparan semak belukar kami temui .Hingga hampir dua klometer jauhnya, kami tak menemukan tanda kehidupan manusia. Yang ada hanya hutan dan laut .

Kondisi itu baru berganti setelah kami semakin jauh masuk jantung pulau. Laut terlihat semain jauh. Yang berada di sisi kanan badan jalan adalah hutan bakau serta kelapa. Sedang di sini kiri tetap menyajikan hamparan hijaunya hutan yang berhiaskan ratusan pohon jarak.Beberapa ratus meter kemudian ,kehidupan manusia mulai terasa.Beberapa pria dengan kaos warna biru tua terlihat beraktivitas di lahan-lahan pertanian yang berada di antara beberapa puing bangunan tua tak terawat." Mereka adalah narapidana yang menjalani tahanan luar.Sebentar lagi mereka akan menikmati kebebasan," ujar Budi Kuswanto.

Semakin ke dalam pulau,kehidupan semakin terasa. Beberapa rumah sederhana mulai terlihat di sekitar jalanan. Jarak antara rumah rumah itu lumayan jauh. Tanah pertanian yang mayoritas ditanami jagung dan ketela pohon menjadi pembatas antara rumah-rumah semi permanen tersebut. Menurut Budi Kuswanto --yang telah beberapa kali bertandang ke Nusakambangan-- rumah itu ditinggali oleh sipir-sipir lembaga pemasyarakatan dan petugas keamanan lainnya."Ada juga penduduk yang tinggal di sini,tapi jumlahnya sedikit.Sejarah mereka di sini sangat panjang," ujarnya.

Beberapa ratus meter kemudian,sebuah bangunan yang terlihat masih baru terlihat berada di sisi kanan jalan.Dari papan nama di pintu gerbangnya, kami tahu bangunan itu adalah Lembaga Pemasyarakatan terbuka. Meski "berjudul" Lembaga Pemasyarakatan, kesan angker sama sekali tidak terlihat di kompleks itu.Tidak ada kawat berduri yang membatasinya.Penghuni bangunan yang semuanya berseragam biru terlihat bebas beraktivitas. Beberap dari mereka terlihat tengah mengolah tanah pertanian di sebelah bangunan itu.

Mobil kami terus bergerak.Sebuah tugu --yang lebih mirip dengan papan nama dari cor beton-- terlihat terpampang di depan kami.Dari tulisan yang ada di sana,kami tahu bahwa sebentara lagi kami akan tiba di LP Batu, tempat yang memang kami tuju. dan benar saja,tak sampai tiga menit setelah melewati tugu itu,kami bertemu dengan bangunan besar.>Ya<, itu adalah LP Batu.Sistem pengaman super ketat jelas terlihat di bangunan itu.Tembok tinggi dengan hiasan gulungan kawat berduri terlihat mengelilingi bangunan di dalamnya.

Achmad Michdan loangsung turun dan masuk ke bagian depan LP Batu sesaat setelah mobil yang ia tumpangi berhenti . Kami yang dibelakangnya pun segera mengikutinya. Di dalam ruang depan LP, Achmad Michdan ditemui oleh Bintoro, kepal LP tersebut . Tanpa proses berbelit, satu persatu kami dipanggil masuk untuk menuju ruang tunggu di bagian dalam ramah tahanan itu.Meski telah melewati pemeriksaan di dermaga, kami menjalni pemeriksaan lagi di pintu masuk ruang tunggu LP Batu .

Setelah sukses melewati metal detector,kami dikumpulkan di sebuah ruang berukuran sekitar 6 X 6 meter.Tak ada tempat duduk di ruang itu.Yang ada hanya hamparan karpet warna hijau yang menutupi lantainya. Selang beberapa menit berikutnya, ruangan mendadak berubah menjadi sedikti gaduh.Ternyata tiga terpidana mati yang hendak kami temui datang.Ucapan salam, jabat tangan ,dan pelukan langsung terjadi antara Amrozi, Imam Samudra dan Muhklas dengan para pembezuknya."Alhamdulilah saya sehat-sehat saja," ujar Mukhlas kepada salah satu pengunjung.

Sesaat berikutnya, ketiga terpidana yang tengah menunggu proses eksekusi itu terlihat berbincang serius dengan Achmad Michdan dan beberapa orang pengacara TPM lainnya di sudut ruangan.Sesaat berikutnya,mereka memisahkan diri dan menemui pengunjungnya.Lingkaran-lingkaran kecil pun segera terbentuk di ruang itu.Amrozi,Imam Samudra dan Mukhlas menjadi titik pusat lingkaran kecil itu. Obrolan yang terjadi pun berkutat pada keyakinan mereka akan jihad dan akidah.

Dari ucapan para terpidana,jelas terlihat bahwa mereka adalah orang yang sangat meyakini kebenaran akan apa yang mereka lakukan (bom Bali, red).Mereka sangat yakin bahwa yang mereka lakukan kala itu adalah sebuah bagian jihad melawan kemurtadan dan kekafiran untuk menuju sahid." Satu-satunya yang saya sesali adalah kenapa korbannya cuma 200 orang,kurang banyak. Harusnya seribu," ujar Amrozi.

Beberapa saat kemudian,Achmad Michdan mengajak ketiga terpidana itu untuk naik ke lantai dua bangunan itu.Ketika itu, Michdan bermaksud memberi kesempatan kepada wartawan dua stasiun televisi serta dua wartawan Jawa Pos Group untuk mewancarai mereka.Namun,hanya Imam Samudra dan Muhklas saja yang bersedia.Amrozi menolak ikut naik ke lantai dua."Aku gak usah lah, aku di sini saja,"ujarnya.

Di lantai dua itu, Imam Samudra dan Mukhlas dipisah di dua ruang berbeda.Setelah berembuk ,akhirnya saya kebagian menemui Mukhlas terlebih dahulu.Sedang dia akan menemui Imam Samudra." Nanti gantian kalau sudah,biar semua tercover," ujarnya. Mau tahu apa kata Mukhlas tentang eksekusi atas dirinya, grasi , serta perjuangan yang ia yakini ? . Ikuti cerita selanjutnya.

Perjalananku Menemui The Bombers di Nusakambangan


Bersama Tim Pengacara Muslim (TPM ) Jawa Tengah, saya mendapat kesempatan berkunjung ke Pulau Nusakambangan untuk mengunjungi trio Bom Bali I yakni Amrozi, Mukhlas, dan Imam Samudra. Banyak cerita yang didapat dari tiga terpidana mati yang dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Kalas I Batu, Nusakambangan, Cilacap, itu.
=====================================================================================
Malam memang telah beranjak larut.Jarum jam pun sudah merangkak naik dari angka 10.00.Bersamaan dengan itu,saya pun harus memulai menempuh perjalanan lumayan panjang menuju kabupaten Cilacap,Jawa Tengah. Malam itu,saya sengaja menumpang mobil rombongan Tim Pengacara Muslim ( TPM ) Jawa Tengah yang memang memberi kesempatan saya untuk mengunjungi Nusakambangan.

Ada empat pengacara muslim dan tiga asistennya yang malam itu berangkat dalam mobil tersebut.Mereka adalah Anis Priya Anshari,Budi Kuswanto,M Syaifudin, dan Juriyanto.Sedang tiga asistenya yang turut dalam rombongan kecil itu adalah Khalid Syarfulah , Hasan , dan Omen.

Satu demi satu kota di sebelah barat Solo seperti Klaten, Yogyakarta, Wates, Purworejo,Kebumen,dan Gombong terlewati.Sepanjang perjalanan,obrolan-obrolan "gayeng" yang terkadang ditimpali dengan >joke-joke< konyol terus menghiasi.Semua topik dan isu hangat saat ini menjadi bahan obrolan di sepanjang perjalanan.Waktu yang berlalu pun seakan tak berasa lama.Padahal,sudah lebih dari empat jam kami yang di dalam mobil menikmati "ombak-ombak" kecil permukaan jalan di jalur selatan pulau Jawa itu.

Dan akhirnya,setelah tiga jam berlalu dari angka 12.00, gerbang ibu kota Kabupaten Cilacap terlihat di depan mata. Saat itu,pagi masih terlalu dini.Denyut kehidupan pun belum terasa di kota yang berada di bibir pantai selatan pulau Jawa itu.Mobil yang saya tumpangi langsung menuju masjdi agung Kabupaten Cilacap.Di halaman masjid itu,rombongan TPM yang saya ikuti disambut oleh rombongan keluarga Agung Setyadi dan Subur Sugiarto,--yang juga terpidana perkara terorisme dan ditahan di Nusakambangan--. Sama seperti saya dan TPM ,mereka juga hendak mengunjungi keluarganya di Nusakambangan.

Ada keinginan di hati saya untuk >ngobrol< lebih dari sekedar basa-basi dengan mereka. Sayangnya, belum sempat niat saya kesampaian, >muadzin< di masjid yang kental dengan arsitektur Jawa itu telah mengumandangkan azan Shubuh.Satu persatu, kami beringsut menuju >padasan< untuk mengambil air wudhu. Dan setelah mensucikan diri,kami bergabung dengan jemaat yang telah bersiap menunaikan shalat shubuh.

Hanya berselang beberapa menit setelah menunaikan shalat,Khalid Syaefullah memberitahu saya bahwa Acmad Michdan, salah satu pengacara TPM Pusat juga telah tiba di Cilacap.Saat itu,dia sedang beristirahat di hotel Tiga Intan di tengah Kota Cilacap. "Nanti saya langsung ke hotel dulu,terserah temen-temen mau gimana,ikut ke hotel atau mau mencari >tempe mendoan< dulu," ujar Khalid ketika itu.

Setelah berembuk sesaat,disepakati hanya Khalid yang akan ke hotel untuk menemui Acmad Michdan terlebih dahulu. Sedang yang lain memilih menunggu >sunrise< di pantai Teluk Penyu, ikon wisata laut Kabupaten Cilacap. Dan saya pun memilih mengikuti rombongan yang hendak menikmati matahari pertama di Cilacap pagi itu."Setelah menikmati matahari,kita menikmati >mendoan<," ujar Anis Priyo Anshari.

Pantai yang menjadi andalan dinas pariwisata setempat itu berada tak jauh dari jantung kota Cilacap.Hanya perlu waktu beberapa menit saja untuk menjangkaunya.Hari masih cukup gelap ketika kami tiba di lokasi tetirah yang juga menjadi pelabuhan pendaratan sampan nelayan lokal itu. Mata saya masih belum bisa melihat secara gambalng aktivitas serta pesona yang ditawarkan pantai itu.

Meski demikian, mata saya masih bisa menangkap bayangan-bayangan aktivitas nelayan lokal yang baru saja mendarat di antara kokohnya anjungan dermaga. Di sudut lain , tempak titik nyala api lentera yang menerangi aktivitas nelayan di dekat perahunya. Sedang jauh di lepas pantai,terlihat kerlap-kerlip lampu kapal barang yang tengah berlabuh. Sementara, di ufuk timur cakrawala,rona kuning kemerahan terlihat semakin meretas.

Awalnya,saya memilih melihat aktivitas para nelayan dan laut Teluk Penyu dari dalam mobil. Namun,rasa penasaran terhadap aktivitas nelayan memaksa saya untuk turun dari mobil. Begitu juga dengan anggota TPM Jawa Tengah yang turut ke pantai pagi itu. Dan kami langsung menuju ke arah nelayan-nelayan itu. Setelah dekat, akhirnya saya tahu bahwa yang mereka hasilkan pagi itu bukanlah ikan laut. Tapi,nelayan-nelayan itu baru saja mengangkat jaring perangkap >Rajungan< (hewan laut yang lebih mirip kepiting berukuran kecil, red)."Ini baru musim Rajungan, belum ada ikan ," ujar salah satu dari mereka dengan dialek Banyumasan yang kental.

Waktu pun terus berjalan. Dan rona merah kekuningan di ufuk timur langit semakin kentara. Perlahan, bola matahari terlihat merambat naik. Bola besar warna kuning keemasan itu seakan terangkat dari kedalaman laut.Cahayanya langsung berpendar ketika menghempas permukaan air.Keindahan yang memang kami tunggu pun kemudian terjadi . Air laut di depan kami berubah menjadi keemasan memantulkan sinar matahari itu. Siluuet aktivitas nelayan-nelayan sampan yang hendak berlabuh menambah keindahan pagi itu.

Lebih dari satu jam kami menikmati pantai Teluk Penyu.Angka penunjuk waktu di pesawat telepon selular saya menunjukkan angka 07.00.Dan saat itu, Budi Kuswanto , salah pengacara mengatakan kami harus segera ke hotel untuk bersiap melakukan penyebrangan." Kita harus segera ke hotel , bang Michdan mengatakan akan menyeberang jam 08.00," ujarnya kepada saya.

Semula,kami hendak langsung menuju hotel tempat Achmad Michdan menginap.Tapi,Anis Priyo Anshari rupanya tak rela kalau harus langsung menyeberang ke pulau Nusakambangan tanpa harus menikmati segelas teh hangat dan >tempe mendoan<. Setelah >eyel-eyelan< penuh canda,akhirnya disepakati untuk mencari mendoan terlebih dahulu."Nah begitu,mumpung di sini masak nggak makan mendoan.Habis >mendoan<,baru hotel," ujar Anis Priyo Anshari tersenyum.

Setelah memuaskan perut dengan segelas teh hangat dan puluhan tempe mendoan,kami bernjak meninggalkan warung sederhana itu untuk menuju .Khalid yang telah menunggu langsung mempertemukan kami dengan Acmad Michdan di kamarnya. Setelah berbasa-basi sejenak,Achmad Michdan mempersilahkan kami untuk mandi di kamar mandi hotelnya. Dan di kamar mandi itu >lah< untuk pertama kalinya saya mandi di Kabupaten Cilacap.

Setelah semua mandi,kami pun bersiap. Saya langsung nak ke mobil yang membawa kami dari Solo.Tapi,meski jarum jam telah melewati angka 08.00, kami belum juga beringsut meninggalkan hotel.Usut punya usut,ternyata masih ada rombongan >jami'at< dari Solo yang belum tiba di Cilacap. " Masih nunggu rombongan lain dari Solo >cak<, mobilnya ngadat.Sebentar lagi sampai.Bang Michdan juga masih menunggu pesanan makanan untuk dibawa >nyebrang<," jelas Kholid menjawab penasaran di hati saya.

Hingga pukul 09.00,rombongan yang ditunggu belum juga muncul. Akhirnya sekitar pukul 09.30, Acmah Michdan memutuskan untuk berangkat.Rombongan yang belum tiba akan langsung menyusul ke Nusakambangan.Sebanyak enam mobil pagi itu berangkat dari hotel menuju dermaga penyeberangan.Di dermaga Wijayakusuma itu,kami melalui proses pemeriksaan yang cukup ketat. Meski demikian,pemeriksaan terhadap barang bawaan serta dokumen perizinan itu tidak berbelit dan tidak makan waktu lama.

Rombongan kami mendapat jatah menyebrang pada pemberangkatan tahap dua.Rombongan pertama yang berangkat adalah Acmad Michdan dan timnya dari Jakarta.Jadilah saya dan rekan-rekan TPM Jawa Tengah menunggu di pelabuhan hingga setengah jam lamanya. Dan setelah kapal ferry penyeberangn kembali, kami akhirnya menyeberang.

Tidak butuh waktu lama untuk melintasi perairan Segara Anakan itu.Kapal ferry Pengayoman II yang membawa kami akhirnya bersandar di dermaga Sodong,pulau Nusakambangan.Di sana,rombongan Ahcmad Michdan masih berbaik hati menunggu.Dan setelah semua turun dari kapal,perjalanan darat dengan pengawalan ketat polisi menuju ke LP Batu untuk menemui Amrozi,Mukhlas,dan Imam Samudra dimulai.

Friday, January 25, 2008

Bersama Amrozi dan Achmad Michdan


KOordinator Tim Pengacar Muslim Achmad Micdan (paling kiri) bersama Amrozi dan saya. Achmad Michdan melalui TPM Jawa tengah lah yang berbaik hati memberi saya tumpangan untuk ke Nusakambangan.

Amrozi menyesal korban bom Bali hanya 200 orang, harusnya 1000

Dari tiga terpidana mati itu , hanya Amrozi lah yang menolak untuk berbicara mengenai eksekusi mati terhadapnya. Dia hanya mengatakan dia berjihad untjuk mencari syahid. Dia ingin meningal sebagai seorang syuhada. Selain itu , dia mengaku menyesal dengan bom bali . Tapi penyesalan itu bukan karena aksinya, melainkan jumlah korban yang "hanya" 200 orang saja. Menurutnnya, dia akan lebih bangga jika aksi itu menewaskan 1000 orang. " Saya menyesal karena korban hanya 200, seharusnya 1000," ujarnya kepada saya .

Imam Samudra Siap Bertarung Dengan Regu Tembak







CILACAP-Imam Samudra,satu dari tiga terpidana mati kasus bom Bali I menyatakan akan memberi perlawanan jika regu tembak jadi mengeksekusi dirinya. Perlawanan yang menurut dia bakal dilakukan hingga titik darahn terakhir itu dilakukan untuk membuktikan bahwa dirinya bukan orang yang gampang menyerah.






” Saya akan melawan dengan apa yang saya punya. Saya tidak akan diam saja ketika tangan saya hendak diborgol atau ditembak. Saya tidak akan menyerah begitu saja. Saya tidak mau seperti kambing congek. Saya akan melawan hingga saya tidak bisa melawan. Dan jika saya mati, mati saya adalah mati syahid,” ujar Imam Samudra saat saya temui di Lapas Batu Nusakambangan , Cilacap, Rabu 23 Januari lalu .




Dia menambahkan , mati Syahid merupakan impiannya sejak berumur 17 tahun. Malah, kata Imam, kala itu dirinya sangat berharap sudah syahid di umur 25 tahun. ” Tapi Allah punya rencana lain untuk saya. Buktinya sampai sekarang saya masih hidup,” lanjutnya datar.




Sedangkan Mukhlas menegaskan dirinya tetap berharap bakal dieksekusi dengan cara Islami. Dia ingin mati dipancung. Cara itu menurutnya adalah salah satu cara untuk memberi tahu para mujahidin bahwa dirinya sama sekali tidak takut menghadapi kematian.




” Sesuai hukum Islam , saya ingin mati dengan cara dipancung,” ujarnya. Dia meyakini , kematian dirinya dengan cara dipanggal itu merupakan salah satu cara untuk menuju surga atau mati syahid.Sebab, kematian atas dirinya itu merupakan akibat dari aksi membela kaum muslim yang tertindas.” Saya berjihad di jalan Allah, kalau saya mati ,saya ingin mati Syahid,” imbuhnya.




Di lain pihak , Amrozi kemarin terlihat lebih santai. Dia tidak terlihat menggebu-gebu seperti dua rekannya . Ditanya mengenai apa yang bakal ia lakukan terkait dengan hukuman mati yang mengarah padanya, Amrozi mengatakan tidak memikirkan itu. Setengah bercanda , dia mengatakan hal yang ia pikirkan terkadang malah tidak terjadi.




”Saya nggak mau memikirkan itu , belum terpikirkan apa-apa . Yang jelas, di mana pun dan kapan pun saya ingin Mati Syahid. Tidak lebih. Saya juga mau kematian saya itu tidak dikenang. Tapi,terserah kalau ada yang mau ngenang,”ujar diiringi senyum lebar.




Dalam kesempatan yang sama, saya jelas melihat ketiga terpidana mati kasus bom bali itu sangat siap jika memang nantinya harus berhadapan dengan regu tembak.Tak setitikpun rona kawatir wajah pria-pria ini.




” Alhamdulilah,itu merupakan anugerah Allah.Di sini kami bisa meningkatkan ibadah. Makanya kami terlihat cerah dan tetap tersenyum. Tidak ada lain , Allah yang menjadikan kami seperti ini, ” imbuh Muhklas.




Terpisah , kuasa hukum ketiga terpidana,H Achmad Michdan mengatakan akan terus berjuang untuk membela kliennya. Upaya terbaru adalah mengajukan Peninjaun Kembali perkara itu. Dalihnya, upaya pengajuan PK sebelumhya tidak mendapat respon sebagaiman mestinya.” Hari ini kami datng sekalian mencari surat kuasa baru. Kami mau ajukan PK. PK yang kami ajukan dulu tidak direspon. Malah majelis hakim memberinya putusan PK tersebut melalui selembar surat hasil fotokopi.Ini kan aneh. Bagaimana putusan PK bisa keluar kalau sidangnya saja tidak digelar,”,”tandasnya.ari sudewo